DETaK | Wirduna
Hari itu, saat matahari mulai condong ke ufuk barat, jarum jam menunjukan tepatnya pukul 14.00, suasana depan ruang kuliah di salah satu fakultas universitas Syiah Kuala, terlihat kerumunan mahasiswa yang sedang menunggu dosen.
Beberapa kelompok sedang duduk di depan ruang kuliah, sambil menunggu dosen datang, mereka mengambil kesempatan untuk membuka lembaran-lembaran makalah yang telah dipersiapkan untuk dipresentasikan. Kelompok lain juga tidak mau kalah, mereka membuka buku dan polpen di tangan tak henti menulis poin-poin penting ke note book, yang dipersiapkan untuk menguji kebolehan kelompok yang akan mempresentasikan makalah pada hari itu.
Suasana yang penuh nuansa edukasi itu, tidak dialami oleh dua orang mahasiswa yang sedang duduk di depan ruang kuliah paling ujung. Asap beraroma tajam yang mereka hembuskan dari sebatang rokok berpeting hinggap di hidung saya melalui perantaraan angin spoi-spoi. Rasa penasaran pun terbesit di hati saya, karena asap rokok yang mereka hisap sangat berbeda dengan asap rokok biasa.
Berlahan saya melangkahkan kaki ke arah mereka yang sedang larut dalam alam reinkarnasi, sesampai disana, aroma yang tadi masih agak samar-samar akhirnya ketahuan, ternayata prediksi hati saya benar bahwa mereka bukan perokok gampangan.
Mata sayu serta raut wajah yang seakan merindukan kasur nampak jelas dari muka lelaki muda yang masih berumur 21 tahun itu. Sebut saja namaya Riko (bukan nama asli-red). Riko mengatakan bahwa dia dan kawannya sudah hampir saban hari melakukan pesta narkoba kecil-kecilan di kampus. Yang sangat menarik, mereka memakai narkoba bukan di tempat-tempat sepi atau jauh dari kerumunan mahasiswa lainnya, akan tetapi, mereka menikmati narkoba jenis yang akrap disebut bakong Atjeh yang tidak jauh bahkan di tempat-tempat ramai.
Alasannya berani mengkonsumsi barang haram itu di kampus bahkan di suasana yang kerap sebagai tempat berkumpul dan lalu-lalangnya orang-orang, karena mereka sudah membaca situasi ”di sini kami aman meubakong” kata Riko sambil menghembuskan asap dari sebatang rokok yang telah dimodifikasikan isinya. Menurut mereka kampus termasuk tempat yang aman untuk saat ini untuk berpesta narkoba kecil-kecilan.
Sudah hampir mencapai dua tahun mereka memakai narkoba di kawasan kampus, tidak ada yang harus ditakutkan untuk memakai narkoba di kampus. Karena menurut Riko, mahasiswa yang belum tahu bagaimana rasa dan baunya tidak akan tahu bahwa yang mereka hisap bukan sekedar rokok yang sebagaimana tampak dari luarnya.
Riko sudah bisa membaca mahasiswa yang status kecanduan sama seperti dia ”dari mata sudah nampak kalau orang yang makek” ungkap Riko sambil mengacuhkan tangan ke arah mata sayunya. Barang haram itu Riko mendapatkanya dari pengedar-pengedar yang sudah profesional serta transaksinya pun diatur dengan sangat rapi sehingga tidak
meningglkan kesan kecurigaan bagi siap yang melihat berlangsungnya transaksi ”seperti transaksi yang dilakukan para mafia di film” tambah Riko dengan sedikit senyuman.
Kemudian setelah didapatklan di luar, baru diedarkan kepada teman-teman yang sudah menjadi langganan di kampus. Proses transaksi serta saling membagi barang haram itu mereka lakukan dengan sangat cermat, baik di luar ruang kuliah bahkan di dalam ruang kuliah, dengan berpura-pura menukarkan tas atau buku saat teman-teman lain sedang larut belajar. Padahal di dalam tas atau buku telah disusupkan narkoba.
Untuk mendapatkan narkoba Riko harus mengeluarkan uang sekitar dua puluh sampai dengan seratus ribu. Karena sudah menjadi kebutuhan primer, Riko harus menyisihkan uangnya untuk persediaan narkoba. Kadang-kadang sempat tidak ada uang, Riko sangat resah takut tidak dapat menghisap ganja. Kepala rasanya berdenyut-denyut dan mulut hilang rasa, saat-saat seperti itu sangat ditakuti Riko. Pas seketika stok habis dan uang pun ikut meninggalakan kantongnya, Riko langsung menekan tombol hand phone tanpa henti dan SMS pun dia layangkan ke semua jaringannya untuk meminta bakong (ganja). ”kalau ganja habis, saya lngsung meminta pada teman-teman saya” ungkap Riko sambil mengisyarahkan tangan meminta.
Potret di luar kampus
Kamar kos yang berukuran hanya muat dua buah kasur itu, hampir saban hari dipenuhi asap bakong atjeh, nama lain dari ganja. Sarang laba-laba yang menghiasi kamar kecil itu, nampak berubah warna, akibat hinggapnya asap yang diproduksi dari rokok yang sudah dimodifikasikan isinya. Di kamar inilah mereka melinting ganja dengan menggunakan peper dan ada juga yang memodifikasikan rokok. Luarnya terlihat seperti rokok biasanya tetapi isinya barang haram.
Dengan suasana kamar kos yang sepi mereka lebih rileks dalam menikmatinya. ”di kos kita bisa lebih bebas menghisapnya” kata teman Riko yang juga sering bersama Riko saat pesta narkoba berlangsung. Tangan kanan di atas lutut. Perlahan mereka menghisap sebatang ganjan dengan penuh sensasi. Jauh berbeda yang perokok biasa, yang biasanya setelah menghisap lalu dihembuskan, akan tetapi para remaja ini punya triks tersendiri. Mereka tidak mengelurkan asap yang telah dihisap, akan tetapi diendapkan sejenak sampai bereaksi. Disitulah kenikmatan yang tidak ada duanya ”kalau tidak diendapkan, tidak akan teras nikmatnya” ungkap mereka sambil membakar sebatang lintingan ganja yang hampir mati.
Bewalal dari coba-coba
Memakai narkoba bukan suatu hal yang aneh bagi remaja yang postur tubuhnya hanya tinggal kerangka itu. Riko sudah meulai menggunakan narkoba (jenis ganja dan minuman keras) semenjak dia menduduki kelas dua SMU. Pada awalnya dia hanya seorang perokok biasa, akan tetapi karean pergaulan bebas yang merubah dirinya untuk memakai narkoba. Mulanya dia mencoba-coba untuk merasakan rasanya ”teman-teman mengatakan aku bencong, karena tidak berani menghisap ganja”. akhirnya aku pun mencobanya. Berawal dari situlah Riki menjadi kecanduan narkoba.
Saat ditanyakan bagaimana seandaikan tertangkap polisi apa kalian tidak takut. Sebenarnya mereka juga was-was dengan polisi, ”tidak ada yang mau tinggal di Sel” kata salah seorang teman Riko. Akan tetapi ketakutan mereka sirna karena terlanjur cinta kepada narkoba. Meraka juga tidak tahu sampai kapankah, potret hidup buram ini akan terus dalam belenggu narkoba.
Wawancara Pemakai Riko (bukan nama asli-red) dkk
1. Kapan anda mulai menggunakan narkoba?
”Saya mulai menggukan narkoba (jenis ganja) semenjak di bangku SMU”
2. Dimana anda mendapatkan narkoba?
”Barangnya saya membelinya diluar kampus pada pengedar dan ada juga di kampus sama kawan”
3. Berapa biaya untuk mendapatkan narkoba?
”kalau ganja sekitar 20 s.d. 100 ribu tetapi shabu-shabu jarang saya beli, paling-paling saya diksaih teman, karena harganya bukan kelas mahasiswa”
4. Apa kenikmatan dari narkoba?
”yah.... biasa hilangin pusing, anti depresi serta seakan kita tidak ada beban. Saya sabgat menikmati kekosongan, seakanudara ini hampa”
5. Jenis narkoba apa yang sering dan pernah dikomsumsi?
”biasanya bakong atjeh, karena mudah didapatkan, tetapi kadang-kadang minuman keras. Kalau shabu jarang, karena harganya mahal”
6. Apakah anda tidak takut ditangkap polisi?
”siapa yang amu tinggal di penjara. Tetapi mau gimana, sudah terlanjur cinta”
7. Biasanya memakai narkoba sendiri atau berjamaah?
”Kadang-kadang sendiri dan ada juga dengan teman-teman. Kalau di kos bareng teman. Tetapi kalu di kampus hanya dengan orang-orang yang sudah saya kenal”
8. Banyakkah orang seperti anda di kampus?
”limayan ada, tapi gak banyak kali juga. Saya bia kenal orang yang suadah makek, di matanya dah nampak kalau di dah kecanduan”
9. Kenapa anda berani hisap ganja di kampus?
”saya pikir kampus tempat yang aman untuk memakai ganja, karena tidak ada kita takutkan, hanya orang-orang yang sudah pernah beganja yang tahu aromanya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan Anda