Senin, 07 Desember 2009

Jangan Biarkan Alam Murka

Dulu, Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang populasi kekayaan alam sangat tinggi. Hutan hijau terbentang menjadi saksi keseburan alam, tempat satwa menjalani hari-hari indahnya. Pepohonan yang masih segar menghasilakan oksigen yang lumayan besar, serta mampu menampung air berjuta-juta barer perharinya.

Namun, hutan Aceh yang dulu hijau (green) kini berubah menjadi kuning. Barisan pepohonan kian melonggar, tidak hanya yang tua, yang muda pun ikut pamit dari barisan. Barisan pepohonan, berubah menjadi hamparan padang seketika. Sementara, para penghuninya (satwa) harus angkat kaki dari ranah kehidupan mereka. Seakan para satwa bukan penghuni dunia. Teguran yang diberikan satwa tidak memberi pemahaman kepada para pembabat ranah mereka.

Hampir setiap bulannya media memberitakan , bahwa satwa kini telah turun ke desa. Memporak-porandakan rumah warga, karena rumah mereka telah tiada, namun manusia tidak memahami kritik mereka.

Berberapa waktu lalu, saya sempat mengunjungi ”RAMAT” International Wildlife Meseum dan Geliry, Medan-Idonenesia. Kebetulan saat itu sedang berlangsung seminar yang bertajuk ”Hari Cinta Puspa”. Setelah seminar usai, saya menjumpai pemateri, yaitu Dr. Jaya Arjuna. Setelah saya memperkenalkan diri dan asal. ”tolong kamu katakan kepada kawan-kawan di Aceh, dalam Al-quran Allah sangat mengutuk bagi orang yang menghancurkan lingkungan” begitu pesannya kepada saya sambil memberikan makalah yang berisi ayat Al-Quran tentang dosa perusak lingkungan. ”Di Aceh kan syariat Islam” tambahnya. Saya pun merasa agak malu dengan status Aceh sebagai salah satu provinsi yang berlandaskan syariat Islam, tetapi implementasinya masih sangat kurang.

Mereka para pelaku
Hari demi hari, penebangan liar kian menjadi-jadi. Hampir seluruh titik hutan yang ada di Aceh telah terjamah oleh tangan-tangan mereka yang tidak bertanggung jawab. Akankah beberpa tahun ke depan hutan Aceh yang dulunya hijau akan berubah menjadi warna kuning? Mukin ini akan terjadi apa bila kegiatan ini akan selalu rutinitas terjadi.

Hasil survei menunjukan, bahwa pelaku utama yang sangat berperan dalam penebangan liar ini adalah masyarakat yang dilatar belakangi oleh faktor sosial ekonomi. Hal ini dipicu untuk memenuhi kebutuhan primer, karena kurangnya tersedia lapangan kerja, maka solusinya adalah menebang hutan. Walau pun perbuatan ini bertentangan hukum (negara) bahkan Islam pun mengutuknya. Tetapi apa hendak di kata kebutuhan yang menuntutnya.

Disamping itu, tidak hanya faktor sosial ekonomi, akan tetapi latar belakang pendidikan juga sangat mempengaruhinya. Karena pengetahuan akan mengubah sikap dan perilaku manusia.

Manusia tidak menyadarinya, bahwa dari perbuatannya akan berdampak besar terhadap potensi bencana. Seperti banjir, tanah longsor, dan sangat besar kemukinan rawan gempa. Karena pepohoan/hutan merupakan nadi dari pada bumi.

Selain itu, pepohonan/hutan juga sangat berfungsi untuk menghirup asap yang dapat menyebabkan volusi/pencemaran udara, dalam hal ini hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia. Maka apabila kita tidak memperdulikannya maka tunggulah bencana akan melanda kita (lih, Ar-Rum-41).

Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, kecuali dia yang akan mengubahnya sendiri. Kiranya ini dapat menjadi bahan renungan kita bersama. Untuk apa kita mengejar kesenagan sesaat, sementara dampaknya kehancuran di masa mendatang.

Terkait hal ini, pemerintah pun kiranya dapat membuka mata untuk mengkaji latar belakang sehingga masyarakat melakukan penebangan liar. Namun, ini tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga tugas kita bersama untuk mensosialisasikan kepada saudara-saudara kita untuk menyelamatkan lingkungan ini.

Melaui Hari Menanam Nasional. Mari kita kembalikan semangat untuk menata alam ini kembali. Salah satunya adalah dengan program reboisasi, satu orang sepuluh pohon. Dengan progaram cinta lingkungan ini kita telah ikut berperan terhadap kondisi alam di masa mendatang.
Lihat masa depan, karena kehidupan bukan saja di masa kita, akan tetapi berikan peluang untuk generasi bangsa selanjutnya. Jangan sampai kita mewariskan lingkungan sirna kepada generasi muda. Mereka juga merindukan alam yang indah dan dipenuhi oleh satwa-satwa. (Dirgahuyu Hari Menenam Nasional)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan Anda