Minggu, 26 Desember 2010

Takbirku di Gereja Itu


Karya|Wirduna Tripa
“Apa
yang salah denganku” ungkapan itu tak jarang membesit di hatiku. Apa hatiku sudah membatu dan benar-benar tak ada tempat lagi bagi Mina untuk berteduh di hatiku. Sulit memang. Aku melihat cinta dan kesetian Mina sangat luar biasa, terkadang melebihi kesetiaan Farhani, wanita yang memang Setelah ia tahu bahwa cintanya tak ada tempat di hatiku, komunikasi kami pun terputus beberapa saat. Aku pun tak mengganggunya, pernahku coba menghubungi beberapa kali, namun ia tak pernah menjawabnya. Kata-kata maaf hanya kutuliskan melalui pesan-pesan singkat, Tersesat. Gelap-segelapnya, hingga aku tak tahu arah kiblat. Itulah yang aku alami saat ini. Aku tak menyangkan bahwa tuhan akan menempatkanku di tempat seperti ini, tempat yang tak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa aku akan menetap di sini. Sekarang sudah memasuki hari kedua puluh sembilan bulan ramadan, hanya beberapa hari lagi musim belah ketupat akan tiba, hari fitrah dan hari saling memaafkan, begitu kata Abon Aziz dulu ketika aku mengikuti pengajian di meunasah. Lama sudah itu. Hampir semua memori terkikis di benakku. Banyak memang ilmu yang ditularkan Abon dulu, namun ilmu itu pun pamit dari kehidupanku, semu sudah aqidahku.

Demi melanjutkan studi yang lebih tinggi, harus kurelakan sebagian usiaku bersama orang-orang yang tak satu kepercayaan dengaku. Sebenarnya aku tak mau melanjutkan studi ke negeri yang dipenuhi katedral ini, namun hampir semua orang terdekat denganku memotivasikan agar aku mengambil beasiswa ke luar negeri “kesempatan tak kunjung datang kedua kalinya, ini adalah kesempatan emas” kata-kata itu yang akrapku dengar ketika aku meminta saran pada orang-orang yang kupercayakan dia dapat memberikan pandangan dan motivasi bagiku.

Sebuah tekad pun kubulatkan. Ku satukan pikiran. Komitmen pun kutanam untuk meraih cita gemilang dan membuka paradigma kehidupan yang lebih plural. Empat tahun sudah aku hidup dalam kerumunan para penyembah pepatungan. Hanya aku dan Sya’i yang muslim, namun ia hanya sempat tinggal satu asrama dengan aku selama tiga bulan, ia langsung kembali ke Irak setelah menyelesaikan studi di negeri gereja ini.

Hari-hari aku lewati dengan teman-teman yang tak setauhid dengaku, sebelumnya aku berencana untuk tidak berteman dekat dengan mereka. Sebab Chik pernah mengingatkanku bahwa aku harus lebih selektif dalam memilih teman, sebab gaya hidup tak terlepas dari lingkungan yang dimukimi. Ya… lingkungan salah satunya adalah teman. “Nyan bek ke meungon ngon si gam bakoeng” begitu ucapnya mengingatkanku agar tak sembarang memilih teman.

Namun, bukannya aku tak mematuhi seruan Chik, aku sekarang hidup di negeri orang, negeri yang tak pernah terdengar suara azan, melainkan lonceng-lonceng gereja yang selalu menggumam. Pernahku tanyakan kenapa tak dibolehkan ada suara azan, mereka mengatakan bahwa suara azan dapat mengganggu aktivitas orang banyak, dalihnya bila suara azan berkumandang sampai lima kali sehari, maka dapat merusak konsentrasi orang banyak, “Subbhanallah” batinku.

Pernah suatu seketika aku merindu untuk mendengarkan kumandang azan, aku terpaksa men-browsing video azan melalui network google, yang kemudian aku masukkan ke dalam aplikasi MP3, untuk mendengarkannya, itu pun harus menggunakan handset.

“Selamat lebaran Sur” ucapan itu tertulis di dinding facebook-ku. Mina memang temanku yang sangat setia dan selalu memberikan perhatian padaku, meski dulu aku sempat mengecewakannya, karena dia tau aku tak sepenuh hati mencintainya. Sebenarnya aku memang tak mau berpacaran dengannya, namun karena pertimbangan hati yang sangat halus, harusku beri peluang baginya untuk menyisakan kasih cintanya padaku. Kala itu aku berpikir dengan menerima cintanya aku tak melukai hatinya yang sudah terlanjur mencintaiku. Namun akhirnya kepura-puraanku mencintainya sempat tercium isu pada wanita berkulit sawo matang itu.

meski pesan itu tak pernah ada balasan.

Yang tak habis terpikirkan, Mina adalah orang pertama yang mengantarkanku ke bandara Sultan Iskandar Muda ketika aku akan berangkat ke Paris untuk melanjutkan kuliah. Tepat pukul 12.30 Aku sampai di Bandara, tiba-tiba aku melihat Mina sudah berdiri tegap di depan ruang chek in Garuda Indonesia. Hari itu ia mengenakan baju hitam dan rok cokelat, belum pernah aku melihat Mina megenakan baju hitam selama aku mengenal perempuan itu.

Langkahku sempat tak bergerak beberapa saat ketika memperhatikan gadis gampong itu yang mempelototiku tajam. Tak lazim memang. Biasanya ia selalu membuang muka ketika berhadapan denganku, namun yang aku salut ia adalah perempuan yang selalu jujur dengan kata hatinya.

sudah terpahat namanya di hati ini. Sulit untuk dihapuskan. Apa aku harus menyelipkan Mina di sela-sela pahatan nama Farhani yang memang sudah sangat kukuh. Pilihan yang sangat dewasa, sulit, benar-benar sulit. Tuhan mengapa engaku memberikan pilihan yang sangat membutakannku untuk menghadapinya. Aku rasa ini bukan padananku tuhan.

Kepergianku dari Kutaraja menguburkan semua kisah itu. Tiga tahun sudah aku tak dibebani dengan perasaan cinta, karena aku telah menguburnya di Banda Sultan Iskanda Muda tiga tahun silam. Tak kusangka memang, perasaan yang telah lama terkubur tumbuh kembali. Meski tak begitu subur, namun ia tetap tumbuh. Aku tak tahu mengapa Mina selalu hadir ketika aku membutuhkan teman untuk menghiburku. Seperti dua minggu lalu, ketika hatiku terpukul sangat berat, saat mendengar Farhani telah disunting oleh salah seorang anak pejabat di Kutaraja. Tak pernah terbayang sebelumnya, Farhani mencabik-cabik hati ini, perih sangat ketika nama yang telah terpahat dipaksakan untuk dihapus dari lubuk hati. Saat itu otakku bagai tak berfungsi, memori seperti baru saja di-instal ulang. Bahkan botol-botol telarang sempat menumpuk di kamar, puting-puting lintingan jumbo pun berserakan di setiap sudut kamar. Lampu tak pernah menerangi ruang tidurku kala itu. Pintu selalu terkunci rapat, asap pun tak dapat kabur dari ruang itu, ruangan seperti hutan yang baru saja dibakar oleh penggarap.

Di saat tak ada seorang manusia bersamaku, tuhan mengilhamiku melalui Mina. Mina seperti telah dibisikkan malaikat untuk menghubungiku. Dua hari full Mina berkomunikasi denganku melalui handpone. Ia bagai malaikat yang datang untuk memberikan sedikit cahaya bagiku, disaat cahaya kehidupan benar-benar padam dalam dari kehidupan ini.

Kehadiran Mina saat itu memberikan sebuah kehidupan baru bagiku. Meski jarak aku dan Mina tiada tara, puluhan pulau menjadi pembatas. Namun, saat itu ia bagai bersamaku. Perlahan aku melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi, basuhan-basuhan wudhu’ membasahi wajah, lengan dan kakiku. Sebuah ketenangan hadir seketika. Yang kemudian aku tahu hari ini adalah akhir Ramadan, sudah pasti besoknya adalah leberan. Keesokan harinya, aku bangkit dari diri yang masih membungkam antara sadar dan tidak. Perlahan kutapaki bumi jelanan sepi, aku menuju ke sebuah tempat beribadah untuk melaksanakan salat dhuha aidil fitri, sebagaimana salat yang biasa dilaksanakan di gampong. Aneh, tak seorang pun berada di Geraja itu, sajadah pun kubentangkan di depan sebuah salipan. Lantunan-lantuan takbir pun kukumandangkan dengan keras. Lima belas menit sudah aku membacakan takbir-takbir itu, tiba-tiba segerombolan orang berseragam meringkusku, mereka menutup kedua mata dan membawa ke dalam sebuag mobil. “Kurang hajar” kutukku dengan kekesalan yang sangat. Mereka membawaku kesebuah tempat yang sangat aneh. Mengapa tidak, di sudut sana dan sini mereka ketawa-ketiwi. Ada yang tak berpakaian dan ada yang tidur-tiduran di bawah ranjang. Aneh memang. Mengapa mereka menempatkanku bersama orang-orang yang tak lazim aku lihat.

Penulis adalah mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah, Ketua Dep. Infokom Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (IMABSII).

Sumber: Warta Unsyiah Edisi Oktober 2010

Senin, 13 Desember 2010

Misteri Makam Syuhada


Feature Reporting | Wirduna
Siang itu, puluhan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) secara bersamaan mendatangi halaman belakang gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah. Satu persatu mereka berdiri di sebuah pagar yang mengelilingi sepetak tanah kosong. Tanah itu tak ditumbuhi rerumputan dan bunga-bunga, hanya saja sebuah pohon besar menjulang yang berdiri tegap tepat di tengah-tengah pagar itu. Entah sudah berapa puluh tahun usia pohon itu, tak ada yang tahu pasti kapan ia tumbuh ke bumi.

Beberapa mahasiswa tampak menunjuk-nunjuk ke arah tanah lapang itu, “Coba lihat! Ini adalah kuburan ulama” ucap salah seorang mahasiswi yang bersandal tepat di pagar. Itulah suasana makam syuhada siang itu saat diziarahi para mahasiswa PBSI.

Tepat di salah satu bagian pagar di situ tertulis nama-nama para syuhada yang dikemumikan di areal Gedung AAC Dayan Dawood. Dari sederatan nama tersebut namapak bahwa mereka tidak hanya ulama-ulama yang berasal dari Aceh. Mereka adalah H. Achmad Qasturi (Turki, 1316-1389), Tgk. Malem Panyang (Pelanggahan, 1337-1399), Datok Nafi (Malaysia), Muda Selangor (Selangor Malaysia), Abu Said (Tanoh Abe, Aceh Besar)

Berdasarkan tahun yang tertulis pada pamplet pemakaman, para syuhada tersebut diperkirakan hidup sekitar tujuh abad silam. Tak banyak referensi yang mencatat sejarah mereka tentang kepastian tiga syuhada lagi yang tak terdokumentasikan tahun pada pamplet pemakaman tersebut. Entah memang tak diketahui kevalitan tahunnya atau kurang pedulinya pemerintah untuk menguak kembali sejarah para syuhada dan sufi-sufi yang pernah memberi jasa terhadap negeri ini.

Lembaran-lembaran sejarah telah mencatat bahwa mulanya, Kerajaan Aceh lahir pada Dinasti Makota Alam tepatnya pada 1496-1528 di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah, ialah pendiri kerajaan Aceh. Sultan Ali Mughayat Syah merupakan putra dari Syamsu Syah. Nah, catatan sejarah telah membuktikan bahwa kelima syuhada yang dikebumikan di kampus Jantong Hate Rakyat Aceh tersebut telah menduduki Aceh jauh sebelum adanya sultan-sultan yang menahkodai Aceh.

Ke datangan ketiga syuhada ke Aceh, baik dari Turki maupun Malaysia, adalah untuk menyebarkan agama Islam ke Aceh. Sebab, kala itu, Aceh masih sangat kental dengan agama Hindu-Budha. Secara perlahan, peran kelima syuhada tersebut pun berkembangg dan diikuti oleh masyarakat Aceh. Hal ini terbukti selang satu abad dari masa mereka yang akhirnya muncul kerajaan Aceh pertama. Dengan demikian peran kelima syuhada tersebut sangat memberi arti terhadap perubahan peta aqidah di Aceh.

Kompleks kampus Unsyiah, awalnya adalah pemakaman umum tertua di Aceh. Banyak kuburan-kuburan yang memenuhi tempat tersebut. Beragam level dan tingkat sosial yang menjadi penghuni pemakaman itu. Masyarakat Aceh, di bawah pimpinan Gubernur Ali Hasjmy berinisiatif untuk mendirikan pusat pendidikan provinsi Aceh tepatnya di areal pemakaman tersebut. Dengan demikian berdirilah Unsyiah pada 2 September 1959, yang diresmikan langsung oleh Presiden Soekarno. Oleh karena itulah pemakaman di areal tersebut terpaksa dipindahkan ke tempat lain.

Namun, mengapa lima kuburan itu masih tegap dan tegap di tengah kampus Unsyiah? Harimau mati meninggalkan belakang, manusia mata meninggalkan nama. Itulah ungkapan untuk para kelima syuhada tersebut. Kuburan kelima syuhada tersebut enggan untuk dipindahkan karena kelimanya adalah para ulama yang telah menerangi bumi Aceh ini. Sebagai rasa terima kasih, kelima makam syuhada dijadikan sebagai sebuah monumen kecil sejarah khsusunya bagi kampus Unsyiah.

Di balik semua itu, makam para syuhada ini mengandung misteri yang belum terjawab. Bagaimana tidak, deretan nama yang tertulis di pamplet pemakaman menyebutkan jumlah semua lima orang, sementara nisannya hanya empat orang. Apakah salah satu syuhada tersebut telah berpindah dari pemakaman itu? Ya mungkin karena banyak remaja-remaja yang menjadikan makam tersebut sebagai tempat bersantai dengan lawan jenis. Ataukah ada misteri lain dibalik kisah lima syuhada ini?

Sabtu, 04 Desember 2010

Jumat, 26 November 2010

'Amri Akhe Jameuen


saleum lon peu ek rakan meutuah

bacut lon kisah piasan donya

donya ka akhe le ureueng pitam

keu phon pimpinan nyang meunan rupa

timu ngon barat macam piasan

le that pimpinan meucawo haba

geujok peurintah han jimatong akhai

lage piasan ka titah raja

uroe nyoe meuno oh singoh meudeh

saban peureuseh lidah meuruwa

male hana le wahe e wareh

saleh ka habeh iman binasa

peu tubit titah kiban meuhet droe

hana geupako tokoh ulamana

nyang ka leupah han jeut gisa le

beuthat meupake geukarat saja

muken nyang keuh nyoe donya ka akhe

raja le jahe ban sigom donya

meunyoe ta jok but bukon bak ahli

han pat le takhi hanco troh teuka

Ie Masen Kaye Adang, 28 Mei 2010.

Sumber: Serambi Indonesia, 21 Nov 2010

* WIRDUNA TRIPA, mahasiswa Gemasastrin FKIP Unsyiah, peminat sastra Aceh.

Kamis, 04 November 2010

Barang Impor

Untuk memproteksi barang-barang produksi dalam negeri dari serbuan barang impor, pemerintah akan terus menggalakkan penggunaan standar nasional Indonesia (SNI) bagi tiap produk dalam negeri.

Wakil Presiden Boediono akan terus mendukung penerapan SNI di sektor industri untuk penguatan dan perlindungan konsumen di dalam negeri.

Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Wapres Boediono ketika ditemui usai pertemuan Wapres Boediono dengan Kepala Badan Standarisasi Nasional Bambang Setiadi di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (01/11/2010).

"Pemakaian standar nasional bagian dari upaya perlindungan konsumen dan penguatan industri dalam negeri," ujar Yopie.

Yopie mengatakan, Boediono mendukung penerapan SNI, karena lewat SNI ini maka produksi dalam negeri akan lebih kuat dari barang impor.

"Jika ada standar nasional, barang impor juga tidak sembarangan masuk ke Indonesia. Standar ini akan menjadi proteksi terhadap barang-barang impor," terang Yopie.

Yopie lalu mencontohkan, bagaimana peran SNI dalam memproteksi konsumen di sebuah negara.
"Contoh terbaru adalah kasus Indomie di Taiwan. Karena di negara itu menerapkan standarisasi. Makanya Wapres memandang standarisasi ini sebagai sesuatu hal yang strategis," tuturnya.

Rencananya, Badan Standarisasi Nasional juga akan menggelar gerakan nasional penerapan standarisasi untuk industri. Gerakan nasional ini rencananya akan digelar pada tanggal 8 hingga 11 November 2010, dan akan dibuka oleh Wapres Boediono.

Sumber : detikfinance.com, Senin 1 Nove

Sajak-Sajak Anak Drien Tujoh


PUASA

Ramadhan…
Adalah bulan yang penuh rahmat
Dan mendapatkan pahala bagi semua orang yang berpuasa
Puasa…
disaat puasa tiba
semua orang menyambutmu
untuk menjalankan puasa
dengan sangat senang dan gembira
Puasa…
disaat berbuka aku sangat senang
disaat sahur aku juga senang
Puasa…
kau memang memberi nikmat dan pahala
bagi teman dan kawan-kawan ku
aku sangat gembira

Karya : Asri Wahyuni (desa Dren7)


PUASA
Puasa ialah bulan yang penuh berkah bagi umat Islam
Puasa ialah bulan yang menahan lapar dan dahaga
Tapi alangkahnya senangnya bagi orang muslim
Jika menyambut bulan suci Ramadhan
Hanya bulan puasah,
Bulan kita meminta ampunan kepada Allah SWT
Dimana kita yang telah membuat kesalahan
Karena setiap manusia pasti ada khilaf dan tidak luput dari kesalahan
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA

Karya : Melia Ulfa


PANTUN
Di Dren Tujoh ada pulau rusa
di situ ada kebun Pak Adam
Mari semua kita berpuasa
Karena ini bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan bulan suci
Bulan suci penuh berkah
Mari kita membenahi diri
Kita mohon ampunan nya
Mari kita semua melaksanakannya
Bagi kita umat Islam
Sebulan penuh kita berpuasa
Hingga menuju hari kemenangan

Karya : Dinda Anjeli

Jumat, 29 Oktober 2010

6 Triks M-1


Detik.com
Jakarta - Selain acara pernikahan, 'malam pertama' selalu menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para pengantin baru. Tidak hanya tegang, Anda pun merasa khawatir saat akan bercinta di malam pertama, apa yang harus dilakukan?

Jangan khawatir, berikut ini merupakan panduan 'malam pertama' untuk para pengantin baru, seperti yang dikutip dari about.com.

1. Nyatakan cinta
Temukan cara yang tepat untuk menunjukkan bagaimana perasaan senang Anda telah menikah denganya. Pelukan, ciuman atau bisikan mungkin bisa menjadi pilihan. Kunci menemukan ekspresi cinta yang tepat adalah dengan mengenali pasangan Anda lebih jauh.

2. Mengatur suasana hati
Setelah kepenatan yang Anda dan pasangan alami saat pesta pernikahan, otomatis membuat suasana hati menjadi kacau. Tetapi pastikan adanya sampanye, cahaya lilin, taburan bunga diatas tempat tidur akan membawa mood Anda kembali membaik. Jangan lupa untuk mengenakan pakaian dalam atau lingerie yang seksi dan spesial untuk 'malam pertama'.

3. Siapkan tubuh Anda untuk kenikmatan seksual
Wanita cenderung merasakan sakit saat pertama kali bercinta. Namun, Anda pun bisa meminimalisir rasa sakit, seperti menggunakan pelumas buatan. Cari tahu apa yang tubuh Anda butuhkan sebelum 'malam pertama' tiba. Perbanyaklah foreplay agar Anda jauh lebih siap.

4. Keterbukaan
Di awal hubungan seksual, tentunya Anda harus terbuka dan merasa nyaman dengan satu sama lain. Jangan takut mengkomunikasikan apa yang dirasakan, keterpakasaan hanya membuat pengalaman 'malam pertama' Anda dan pasangan menjadi berantakan.

5. Improvisasi
Sama seperti halnya kehidupan, seks pun selalu bisa menjadi lebih baik. Berfantasi dan eksplorasilah kegiatan bercinta Anda dengan pasangan. Gunakan sex toys, atau mencoba posisi yang Anda dan pasangan belum pernah mencobanya. Mungkin bagian tersulitnya adalah menentukan dan menggabungkan keinginan
masing-masing.

6. Menjaga gairah tetap hidup
Menikah memiliki risiko untuk merasakan kebosanan. Terlalu sering bercinta bisa menyebabkan menurunnya gairah seksual. Olekh karena itu buatlah jadwal bercinta yang sudah disepakati bersama. Ini merupakan salah satu cara agar gairah bercinta Anda dan pasangan tetap hidup.

(eya/eya)

Kamis, 21 Oktober 2010

Wirduna Pimpin IPELMASRA


Banda Aceh| Wirduna dinyatakan sah menjadi ketua Umum Ikatan Pelajar dan Mahasiswa se-Nagan Raya setelah berhasil memperoleh suara terbanyak dari empat kandidat yang menjadi calon. Hasil keputusan ini resmi diambil presidium sidang ketika Pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa se-Nagan Raya Minggu, (17/10) bertempat di Auditorium IAIN Ar-raniry, Darussalam.
Mubes yang dilaksanakan satu hari penuh itu dihariri oleh 610 orang mahasiswa Nagan Raya yang kuliah di Banda Aceh. Pesta demokrasi tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, baik dari jumalah peserta serta para tamu undangan. “Kami sangat terharu dengan Mubes kali ini, semoga dengan pelaksaan Mubes ini dapat menjadi stimulus persatuan bagi mahasiswa Nagan Raya” Kata Said Syahrul Rahmad, ketua panitia.
Di samping itu, Wakil bupati Nagan Raya, Drs. Kasem Ibrahim, M.Sc. menyampaikan dalam sambutanya, agar mahasiswa Nagan Raya dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk memajukan Nagan Raya dalam berbagai bidang. Kontribusi mahasiswa sangaty signifikan terhadap percepatan pembangunan di Kabupaten Nagan Raya “Pemerintah sangat mengaharapkan gagasan mahasiswa untuk Nagan Raya” ungkapnya. (Sulis)

Jumat, 08 Oktober 2010

RPP Paragraf Naratif

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Disiapkan untuk praktik Micro Teaching


Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : X/I
Alokasi Waktu : 1X30 menit

I. Standar Kompetensi
Menulis: Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf

II. Kompetensi Dasar
Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragaf naratif



III. Indikator
1. Membedakan jenis-jenis paragraf
2. Mengemukakan pengertian paragraf naratif
3. Menemukan cicri-ciri paragraf naratif

IV. Pendekatan dan Metode
1. Pendekatan PAKEM
2. Metode:
a. kerja kelompok
b. diskusi
c. inkuiri

V. Materi Pembelajaran
1. Pengertian paragraf naratif

2. Jenis-Jenis paragraf

3. Ciri-ciri paragraf naratif




VI. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu
kegiatan awal 1. Apersepsi
2. menginformasikan kepada siswa tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari

10 menit
kegiatan
inti 1. memberikan pokok pembelajaran secara umum
2. pengubahan formasi kelas, siswa dibagikan tiga kelompok
3. siswa diminta untuk menempati tempat duduk pada kelompok masing-masing
4. memberikan tugas kepada tiap-tiap kelompok untuk membuat paragraf naratif
5. meminta kelompok untuk menempelkan hasil kerjanya ke depan
6. meminta tiap kelompok untuk membacakan hasil kerja mereka
7. meminta tiap kelompok untuk mengomentari hasil kerja kelompok lain
8. mengomentari hasil pembelajaran siswa
9. menjelaskan konsep paragraf naratif 15 menit

kegiatan akhir 1. menyimpulkan materi pembelajaran
2. memberikan tugas
3. menutup pembelajaran 5 menit
Total Waktu 30 menit

VII. Alat dan Sumber Belajar
1. Media
1. objek yang akan dijadikan bahan untuk paragraf naratif
2. kertas plano dan spidol
2. Sumber belajar
1. Buku paket KTSP Bahasa Indonesia untuk SMA kelas X

VIII. Evaluasi
1. bentuk instrumen : tes tulis
2. instrumen : Buatlah sebuah paragraf naratif!


Mengetahui, Banda Aceh 2, Oktober 2010
Dosen Pengasuh Praktikan


Drs. Teuku Alamsyah, M. Pd. Teuku Asrul
NIP 1966060619922031005 NIM 0706102040070

Sabtu, 02 Oktober 2010

Negeri Nestapa

Karya Wirduna Tripa

Inginku uraikan sedikit tentang kisah negeriku
Negeri yang semua orang tahu banyak tersimpan madu
Namun kehidupan rakyat tak kunjung menentu

Negeriku
Negeri yang dihuni para nelayan malang dan pengcangkul gagal
Bahkan mereka tak menikmati pertukaran siang dan malam
Tak pernah terang, senang, riang
Semua itu lenyap dari kehidupan
Sungguh kau malang

Wahai negeri nestapa
Sebuah negeri kerajaan yang tak pernah jaya,
Rakyatnya slalu dalam duka nestapa

Mereka para pemimpin yang telah terlanjur buta,
Ya, buta
Buta mata dan buta hatinya
Semua telah sirna dari kehidupan rakyat jelata
Rakyat yang tak pernah makan kenyang
Yang slalu tergenang meski hasil alam menjulang

Kau boleh disandang Nagan Raya
Tapi jelata tak merasa kerayaanmu
Namamu boleh Darul Makmur
Namun, rakyatmu tak pernah makmur
Sungguh negeri para bedebah,

Wahai… engkau penguasa negeriku,
Bukalah matamu!
Bukalah hatimu!
Lihat mereka yang selalu dalam duka nestapa
Jangan kau pancing lagi merekatuk angkat senjata,
Cukup…, cukup, cukup!
Semua petaka dan derita yang telah melanda
Bukalah…..
Bukalah mata dan hatimu

Drien Tujoh, Tripa, 12 September 2010

Sabtu, 25 September 2010

Le ‘Ud Maka Le Teungeut

Wirduna Tripa
(dimuat di Harian Aceh, Jumat, 24/9/10)
Sederatan literatur sejarah peradaban Aceh dari masa ke masa semenjak Titah Sultan Iskandar Muda hingga beberapa sultan penerusnya, belum pernah tercatat bahwa Kesultanan Aceh pernah jipeungeut ‘dikelabui’ oleh bangsa, suku dan, agama lain. Keadaan ini membuktikan bahwa para tetua Aceh tidak pernah mewarisi kepada para regenarasi sebagai generasi yang pasrah dengan keadaan dan selalu mencari titik aman serta harus selalu rela dalam keadaan jitipe alias jipeunget. Nah, jadi petuah dari mana dan dari siapa sehingga para pemimpin Aceh saat ini selalu menjadi objek keunong peungeut? Sementara para tetua tak pernah mewarisi perangai itu.
Mari sedikit kita telaah artikel ini yang saya beri judul “Le ‘Ud Maka Le Teungeut” ‘terlalu banyak makan sehingga banyak tidur’, lebih kurang seperti itu pengertian dalam bahasa Indonesia. Le ‘Ud mengandung pengertian bahwa terlalu banyak makan atau makan yang melampoi kapasitas atau ruang yang tersedia di dalam perut. Perut manusia mempunyai tiga buah ruang yaitu, pertama, ruang untuk mengisi makanan, kedua ruang untuk mengisi minuman dan, ketiga, ruang untuk oksigen. Ketiga ruang tersebut mempunyai kapasitas serta fungsinya masing-masing, seperti untuk menyeimbangkan dan menetralisasikan perut.
Nah, apa jadinya bila ketiga ruang tersebut dipaksakan untuk dipenuhi hanya dengan makanan dan minuman, hingga tak tersedia lagi ruang untuk oksigen. Bisa jadi fungsinya macet total. Sehingga menyebabkan le teunget karena kebanyakan makan, Bu sikai ie sikai, tro prut dho pikiran. Jelas bahwa orang yang banyak makan itu akan berdampak banyak tidur, karena bila sudah melebihi kapasitas yang tersedia diperut, maka bawaannya malas dan menjadi pendamping kasur sepanjang hari atau dalam istilah bahasa gaul Aceh eh malam.
Secara leksikal, pengertian “Le ‘Ud Maka Le Teungeut” kurang lebih seperti ulasan di atas. Namun bila kita mengkajinya secara pragmatis, frasa tersebut bisa saja mempunyai makna yang lebih dalam dan lebih tajam. Mari kita ulas sedikit, Le ‘Ud dapat juga diartikan banyak mendapat pemberian, sogokan atau sedekah bersyarat dan hibah bermusabab. Karena Le ‘Ud ‘terlalu banyak makan sogokan, pemberian’ maka tenggorokan akan tertahan dan tak dapat bervokal lantang karena telah terlanjur atau terlalu banyak menelan. Dengan demikian karena sudah terlalu banyak tertelan menjadi peuteunget droe ‘pura-pura tidur’, seakan-akan tak terjadi peristiwa apapun disekitarnya.
Ulasan di atas merupakan gambaran ril kondisi yang terjadi di Aceh saat ini. Potret ini mulai menopengi wajah Aceh adalah ketika dinasti Daud Beureueh memimpin Aceh beberapa dekade silam. Banyak pakar sejarah yang mencatan sejarah pergerakan sosial Aceh tempo dulu. Ketika merebut kemerdekaan dari tangan penjajah sampai dengan masa-masa tegang Indonesia atau durasi transisi republik akhir penjajahan-mulanya kemerdekaan negeri ini. Kala itu, kemajuan dan keberlanjutan kemerdekaan Indonesia sangat bergantung pada Aceh. Diibaratkan Aceh saat itu bak jantung bagi keberlangsungan hidup Indonesia. Posisi jangtung dalam kehidupan sangatlah urgen, secara fungsional jantung sebagai alat untuk memompa darah keseluruh tubuh. Mustahil bisa hidup bila jantung tak ada.
Begitulah keberadaan Aceh kala itu. Sebuah bukti yang sekarang masih terpangpang di pusat kota Banda Aceh yaitu, di Blang Padang atau gelar barunya pasca tsunami Thank World sebuah kerangka Pesawat Seulawah, pesawat yang disumbangkan oleh masyarakat Aceh untuk Indonesia demi mendorong Indonesia dalam melewati masa transisi pasca kemerdekaan. Kala itu, Aceh sanggup menyumbangkan pesawat untuk Indonesia, sementara belahan-belahan lain di nusantara ini jangankan untuk menyumbangkan pesawat, untuk memenuhi kebutuahn primer pun masih amburadur.
Melihat ketulusan Aceh dalam membantu Indoneisa-dalam beberapa catatan sejarah mengemukakan bahwa-Soekarno kala itu pernah memberi kebebasan kepada Gubernur Aceh, Daud Beureuh untuk memilih posisi Aceh, berdiri sendiri atau bergabung dengan republik. Bergabung dengan republik, itulah yang menjadi pilihan Daud kala itu. Ada yang mengatakan, Soekarno telah memberikan jabatan penting untuk Daud, sebelum tawar-menawar terjadi. Apakah alasan itu yang membuat Daud memilih untuk tunduk ke Senayan? Bila iya, berarti le ‘ud hingga le teunget atau peuteunget droe.
Seiring perjalanan waktu, masa itu pun berlalu, awalnya biasa-biasa saja bahkan Aceh diberikan kedudukan yang lebih, yaitu Daerah Istimewa. Perjalanan waktu semakin tak menentu, hingga bergejolak kembali pergerekan-pergerakan Aceh yang bergaung untuk menuntut kemerdekaan dari Indonesia, meski akhirnya kandas. Namun pergerakan itu harus klimaks dengan perjanjian baru melalui Memorandum of Undestanding (MoU) Helsinky. Perjanjian tersebut memang tak mengubah peta Aceh, tetapi hanya pemetaan sistem, kewenangan dan, koordinasi Aceh dengan pusat. Beberapa bagian kewenangan tersebut secara menyeluruh berada di ujung telunjuk Aceh sendiri dan hanya beberapa aspek lain yang masih tunduk ke pusat. Aceh bisa mencari lauk-pauk dan sayur-mayur sendiri hingga memasaknya pun sendiri, mungkin selama ini sudah elergi dengan masakan khas jawa yang manis dan amis, gule asam keueung, gule prik, gule takeh dan gule jruk, bebas memasak apa saja berdasarkan selera. Resep makanan tersebut semua telah, sedang dan akan (mungkin) diatur Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
MoU yang dihasilkan dari darah perjuangan rakyat Aceh merupakan kesempatan baru yang kesekian kalinya bagi rakyat Aceh untuk bangun dari keterpurukan serta sebuah kesempatan baru untuk mengatur rumah tangga sendiri. Sebagian besar kewengan tersebut berada pada tampuk kepemimpinan Aceh. Semua itu yang kemudian diatur dalam UUPA, semua undang-undang terkait Aceh mempunyai kewengan untuk membuat dan mengatur sendiri. Dengan demikian jelas bahwa UUPA adalah sebuah mediator untuk mengembalikan kedaulatan Aceh yang selama ini telah sedikit terkikis dari sisi kehidupan masyarakat Aceh, juga dapat memperhatikan kembali kearifan-kearifan lokal yang sedari dulu begitu kental dalam semua dimensi kehidupan masyarakat Aceh.
Namun, enam tahun sudah MoU Helsinky disepakati, belum terlihat sebuah perubahan yang urgen sebagaimana yang diharapkan dan yang diamanatkan dalam MoU Helsinky enam tahun silam. Hal ini menunjukan bahwa para elit politik yang menahkodai Aceh saat ini terkesan kurang serius untuk menjalankan apa yang telah dicapai dari hasil perjuangan yang sangat pedih dan sempat mengoyakkan kehidupan masyarakat Aceh. Enam tahun sudah MoU berjalan, masih begitu banyak permasalahan yang sebenarnya menjadi prioritas utama terabaikan. Salah satunya adalah tidak merealisasikan UUPA dengan semestinya, peluang untuk mengatur diri sendiri terkesan diabaikan, ironisnya para elit lebih menikmati isu-isu non-subtansial sehingga terbuai dengan isu aksidensial. Tiga isu yang seharusnya menjadi prioritas utama dan membutuhkan keseriusan serta PR berat bagi elit adalah realisasi UUPA, pendirian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pembebasan Tapol/Napol Aceh yang sekarang masih mendekam di Lapas Cipinang.
Entahlah, apakah Aceh akan melewatkan dan tidak memanfaatkan kesempatan emas yang telah berhasil diraih dengan tumpah darah para pejuang. Akankah kembali jatuh pada lobang yang sama? Amat jelek, “hanya keledai yang jatuh pada lobang yang sama”. Sejarah bukan untuk dipelajari tetapi sejarah untuk dihayati. Mungkinkah para elit Aceh saat ini le ‘ud sehingga le teunget atau le jipeu’ud sehingga le nyan peuteungeut-teungeut droe? Wallahu’alam.


Sabtu, 14 Agustus 2010

Misteri Ara Kundo


Wirduna Tripa
Angin sayup-sayup menerpa bebas. Sabit mengintip malu lewat celah atap daun rumbia lesu. Cecak pun tak berkotek, hanya diam terpana di dinding dan atap-atap, lenyap suara. Nyamuk tak menafkahi diri pada kulit-kulit kuning langsat itu. Suasana tenang, tentram, tak seciptaannya pun yang riuh-piuh. Hanya suara Gure Husen yang menggumam di meunasah itu. Bait-perbait keluar dari mulutnya dengan fasih, lalu bait-bait itu ia surah. Meski suara serak, namun lafal-lafal tak pernah janggal. Dulu, semasa ia masih di dayah, suaranya sangat bagus dan merdu, tetapi suara itu perlahan pamit darinya bersama asap-asap tembakau yang dilinting nipah kering.

Semua pasti berubah seiring perjalanan waktu. Tak ada yang dapat menghentikan itu. Begitu pun dengan usia yang dititipkan, balita hingga renta. Suka-duka, ceria, senang, bahagia, elok-buruk rupa, telah tercatat semua. Seperempat usia dari umur Gure Husen dihabiskan untuk seumeubeut di meunasah. Seusai senja beranjak, saban malamnya ia sudah menempati meunasah.

“Sekarang kalian dengarkan surah!” serunya.
Para santriwati memperhatian bait yang telah dibacakan Gure Husen. Salah seorang santriwati barisan belakang adalah Fatimah. Fatimah setiap malam selalu datang cepat. Sebelum Gure Husen tiba, Fatimah telah lebih dahulu tiba di meunasah. Ia yang selalu membentangkan tika seuke pada tempat duduk Gure Husen. Namun meski ia datang cepat, ia selalu menempati posisi paling belakang, tepat di samping pintu meunasah. Berbeda dengan teman-temannya, mereka selalu berebutan tempat duduk untuk memperoleh barisan paling depan.

Pernah suatu malam Fatimah ditanyai Gure Husen
“Mah… Kenapa kamu tidak duduk di depan saja?” tanya Gure Husen,
“Saya di sini saja Gure” jawabnya pendek.
Fatimah sangat jarang membuka mau mulut di depan Gure Husen, hanya saja bila ada surah-surah yang belum jelas baru ia mau membuka mulut, itu pun sangat jarang terjadi.

Seusainya pengajian, secara bergantian mereka menyalami Gure Husen. Seperti biasa Fatimah sebagai penutup salam, kenapa tidak? Karena ia selalu di posisi belakang. Saat ia menyalami Gure Husen pandangannya hanya ke lantai meunasah, ia enggan untuk bertatap muka dengan laki-laki termasuk Gure Husen. Padahal Gure Husen sudah berkepala empat. Mukena putih yang selalu menjadi tabir tangannya ketika bersalan dengan Gure Husen, bila dengan ia bersalaman dengan lelaki yang tak seperut dengannya, ia hanya mengisyarahkan dengan tangan saja.

Sambil bersalaman Gure Husen berkata
“Mah. Kalau kamu pulang sendiri hati-hati ya!”
“Iya Gure” Jawabnnya pendek,
Fatimah pun perlahan turun dari meunasah, hampir saja ia terpeleset di tangga meunasah yang telah rapuh itu. Maklum, meunasah itu sudah sangat senja usianya.

Jarak rumah Fatimah dengan meunasah tak begitu jauh, hanya sekitar sepuluh menit berjalan. Tetapi rumah Fatimah masuk jalan setapak sekitar dua ratus meter. Ia menapaki jalan-jalan sunyi yang hanya diterangi obor bambu yang dipegang dengan tangan kirinya, sementara tangan kanan memegang kitab yang tertutup mukena. Ketika ia akan masuk lorang arah rumahnya, segerombolan lelaki berseragam keluar dari semak-semak pinggiran jalan di lokasi pohon pinang Haji Baka. Fatiamah sama sekali tak mengenal mereka, sebab gerombolan itu menghitamkan mukanya.

“Dub…dub…dub…”
Dada kiri Fatimah bergetar seketika,
seraya ia berucap
“Siapa kalian?”
Sampai tiga kali ia menanyakan itu, namun tak seorang pun dari gerombolan yang bersuara. Sembari bertanya dengan rasa takut yang sangat, ia mendekatkan culot ke wajah salah seorang lelaki bermuka hitam itu.
“Trappp….” suara jatuh culot
Lelaki berwajah hitam menghantap culot dengan sebilas senjata yang tak jelas jenisnya itu. Fatimah berteriak, namun teriakannya tak berarti bagi pendengar, orang gampong lebih memilih untuk berdiam diri di rumah dari pada menelusuri teriakan itu. Teriyakan hilang seketika saat sebelas pisau mendarat di leher Fatimah. ia tak kuasa, hanya diam terpana.

Beberapa saat kemudian, Fatimah dirangkul oleh tiga lelaki itu dan dibawa tenda semak buleket. Sesampai di tenda, mukena, jilbab besar serta seluruh kain yang menutupi kulit kuning langsat terpisah darinya. Tak sehelai benang pun tersisa. Air bening bengalir tanpa henti dari kedua matanya, ia tak dapat berkata apa-apa, tak kuasa. Lat batat tak riang, berhenti senda, mereka iba, namun tak kuasa berkata, konon lagi beranjak ke sana. Berjamaah, nafsu pejantan itu mengotori Fatimah. Mahkota yang sudah lama terjaga, tak pernah hinggap tangan berbisa, punah seketika.

Terbahak-bahak tawa mereka, setalah putaran pertama usai terlaksana. Tubuh Fatimah tegeletak di sana, lemah tanpa kuasa. Sendi-sendi tak berfungsi seakan terpisah antarnya. Darah mahkota menguburi masa depan dan cita dara itu. Hatinya bagai disayat-sayat sembilu. Akhirnya Fatimah tertidur lelap di bawah tenda beralaskan tanah gambut, sembari menguburkan kesedihan amat dalam yang menusuk ke ulu hatinya.

“Auhhhh…..” teriak Fatimah yang masih belum buka mata diri tidurnya. Gerombolan itu melempari Fatimah ke sungai Ara Kundo.
Fatimah terbangun saat badanya terkapar ke dalam air keruh Ara Kundo. Ia terjun bebas dari jembatan ke dalam sungai Ara Kundo. Ketika kepalanya terapung-rapung, ia sempat melihat gerombolan lelaki di atas jembatan, lelaki yang semalam menindihnya buas. Dingin sungai di fajar itu yang menusuk ke sum-sum menghantarkan Fatimah ke dasar Ara Kundo. Sesampai di dasar, Fatimah disambut ratusan penghuni Ara Kundo, tentu mereka yang lebih awal mendahuluinya. Mereka tersenyum melihat kedatangan tamu perempuan muda yang akan menjadi penghuni Ara Kundo.

Di kerumunan itu, Fatimah sempat melihat lelaki berkemeja panjang dipadu kupiah hitam yang menutupi ubannya. Lelaki yang sudah berumur itu sangat mirip dengan ayah Fatimah “Apa itu Ayah” besitnya. Ayahnya yang disebut-sebut hilang di masjid saat salat subuh dan tak diketemukan jasadnya. Fatimah ingin menghampiri lelaki itu untuk memastikan, namun pengawal Ara Kundo tak memberinya waktu, mereka membawa Fatimah menghadap Ule Balang Ara Kundo. Bagi setiap pendatang baru, sebelum resmi menjadi penghuni Ara Kundo diharuskan untuk menghadap Ule Balang terlebih dahulu.

Di sudut lain Fatimah juga melihat orang-orang yang pernah ia kenal dulu. Seperti Apa Lah. Apa Lah adalah Teungku Sagoe gampongnya, yang tempo dulu kami pernah kehilangnya. Tak jauh dari posisi Apa Lah berdiri, Fatimah juga melihat Mak Juned, “itu-kan Mak Juned” ucapnya cepat. Fatimah masih ingat betul wajah Mak Juned, sebab Mak Juned hampir setiap magrib awal bulan selalu datang ke rumah. Sesampai di rumah biasanya Mak Juned meminta sumbangan pada Mak Fatimah. Suatu ketika kebetulan Mak Fatimah belum menerima upah dari tempat ia bekerja, dan mereka hanya memberikan dua batok beras kepada Mak Juned.

Sepanjang perjalanan bersama kawalan jubah putih, Fatimah mendengarkan teriakan-terikan histeris “Bek poh lon, bek poh lon…!” Sementara di sudut lain ia juga mendengarkan suara-suara merdu yang melantunkan bait-bait suci. Mata Fatimah liar. Kedua telinga mencuri setiap suara yang menggumam “Tempat apa ini?” ucap hatinya. Sebuah kehidupan tumbuh di sana, di sungai amis itu, Ara Kundo.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Idonesia FKIP Unsyiah, pengurus Gemasastrin FKIP Unsyiah dan UKM Pers DETaK Unsyiah.




Senin, 19 Juli 2010

Delegasi Gemasastrin, Pengurus Pusat IMABSII


Jakarta- Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (IMABSII) mengelar Seminar dan Kongres Nasional (12-15/7) bertempat di Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Pusat.

Kongres tersebut membahas tentang pergantian kepengurusan dan pemilihan Sekretaris Jenderal (Sekjen) IMABSII Periode 2010-2012. Banardi Zakarya, Sekjen IMABSII periode 2004-2010 terlihat terharu pada kongres tersebut. Sebanarnya, sebut Banardi, kongres ini berlangsung tahun lalu tatapi tidak dapat dilaksanakan karena kurang kesiapan dari tuan rumah yang telah ditunjuk saat kongres pertama di Makasar. “Kita sangat bersyukur atas terlaksananya kongres ini,” katanya saat memberikan sambutan.

Dari hasil pemilihan, akhirnya Ahmad Muliadi, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terpilih menjadi ketua IMABSII periode 2010-2012 setelah menyisihkan empat kandidat lainnya. Sementara itu, dari enam departeman kepengurusan IMABSII, Wirduna dari Gemasastrin FKIP Unsyiah terpilih sebagai Ketua Departeman Informasi dan Komunikasi IMABSII masa kepengurusan 2010-2012.

Jumat, 09 Juli 2010

Kasus Penembakan di Nagan Raya Dua Oknum Brimob Jadi Tersangka Sumber: serambinews.com Tanggal:29 Apr 2010 * Dikurung di Sel Khusus

Polres Nagan Raya menetapkan dua oknum Brimob Kompi IV Kuala sebagai tersangka pelaku penembakan terhadap Muhib Dani (18), warga Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Sabtu 24 April 2010. Seperti diketahui, insiden itu sendiri telah memicu amuk massa sehingga merusak dan membakar berbagai fasilitas PT Surya Panen Subur (SPS) di Desa Pulo Kruet.

Kedua oknum anggota Brimob Kompi IV Kuala yang telah ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Brigadir LB dan Briptu FN. “Setelah kita periksa secara intensif, keduanya terbukti melakukan penembakan terhadap warga dan mereka langsung kita kurung di dalam sel/tahanan khusus,” kata Kapolres Nagan Raya, AKBP Drs Ari Soebijanto didampingi Kasat Reskrim, Iptu Handoko kepada Serambi, Rabu (28/4). Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 354 KUHP yang tergolong kategori penganiayaan berat.

Menurut Kapolres Ari Soebijanto, selain menahan kedua oknum anggota Brimob tersebut, pihaknya juga telah mengamankan barang bukti berupa dua pucuk senjata api milik kedua aparat penegak hukum itu serta sebilah parang milik korban. Polisi juga sudah memintai keterangan Hendra Wardani (19), rekan korban yang berhasil kabur ketika peristiwa itu terjadi. Hendra dimintai keterangan sebagai saksi di Mapolsek Alue Bilie, Kecamatan Darul Makmur.

Kapolres mengatakan, kesaksian Hendra Wardani sangat penting karena ia melihat dan mengalami sendiri kasus kekerasan dan penembakan terhadap Muhib Dani. “Ia (Hendra Wardani) merupakan saksi kunci dalam kasus ini,” kata Kapolres Nagan Raya.

Kapolda minta maaf
Secara khusus Kapolres Nagan Raya, AKBP Ari Soebijanto menyampaikan permohonan maaf Kapolda Aceh, Brigjen Pol Fajar Prihantoro atas terjadinya insiden penembakan terhadap seorang warga Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Kapolda juga telah memerintahkan pihak kepolisian di Nagan Raya untuk mengusut tuntas kasus itu dan berjanji akan memproses secara hukum oknum anggota Brimob yang terlibat.

Kapolres Nagan Raya, AKBP Drs Ari Soebijanto juga menjelaskan, massa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran berbagai fasilitas milik PT SPS di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur--pascapenembakan seorang warga--diduga diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dan memiliki masalah pribadi dengan pihak perusahaan perkenunan tersebut.

Hingga kemarin, kata Kapolres Ari Soebijanto, polisi telah mengidentifikasi sedikitnya dua orang warga yang diduga menjadi pemicu aksi pengrusakan dan pembakaran yang melumpuhkan aktivitas PT SPS. Namun Kapolres Nagan Raya belum bersedia menyebutkan identitas warga yang terlibat itu sebab kemungkinan besar masih ada pihak lainnya yang ikut dijadikan tersangka. “Kita terus mendalami kasus ini, karena kemungkinan besar bakal banyak tersangka yang terlibat,” jelasnya.

Korban masih dirawat
Muhib Dani, korban penembakan oknum anggota Brimob di Nagan Raya, hingga Rabu (28/4) masih dirawat intensif di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Banda Aceh yang sebelumnya sempat dikabarkan diboyong ke RSU Zainoel Abidin Banda Aceh. Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Farid Ahmad, menjawab Serambi melalui pesan singkatnya membenarkan Muhib Dani (korban penembakan)

masih dirawat intensif di RS Bhayangkara, Banda Aceh. Kondisi korban mulai membaik dan tim dokter RS Bhayangkara pada pukul 16.00 WIB, Rabu (28/4) dijadwalkan melakukan operasi untuk mengangkat proyektil peluru yang bersarang di kaki kiri korban. “Biaya pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pihak kepolisian sampai Muhib Dani dinyatakan sembuh,” tulis Kombes Farid Ahmad dalam pesan singkatnya.

Langgar HAM
Kasus penembakan Muhib Dani oleh oknum anggota Brimob di Nagan Raya juga ditanggapi KontraS Aceh dan LBH Banda Aceh Pos Meulaboh. Menurut KontraS dan LBH Banda Aceh Pos Meulaboh, insiden itu bukan saja masuk kategori tindak pidana penganiayaan berat tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Koordinator KontraS Aceh Hendra Fadli dan Koordinator LBH Banda Aceh Pos Meulaboh Chairul Azmi dalam pernyataan bersama yang dikirim ke Serambi meminta Kapolda Aceh untuk memastikan berlangsungnya proses hukum secara adil dan transparan terhadap oknum Brimob yang melakukan pelanggaran tersebut. DPRK Nagan Raya didesak membentuk pansus yang bertugas menghimpun informasi terkait keberadaan sejumlah corporate perkebunan sawit di Kabupaten Nagan Raya, terutama yang berhubungan dengan transparansi dan batasan izin penguasaan dan pemanfaatan lahan oleh perusahaan. Selain itu, Bupati Nagan Raya, sesuai dengan kewenangannya juga harus menjamin terlaksananya proses pengawasan dan evaluasi keberadaan HGU di daerahnya.

Lapor ke Kapolri
Berbagai dugaan pelanggaran (penembakan) terhadap warga sipil yang dilakukan polisi di Aceh, disikapi oleh Koalisi NGO HAM Aceh dengan mengirim surat ke Kapolri dengan meminta dilakukan penindakan serius terhadap oknum-oknum anggota Polri yang terlibat.

Dalam surat bernomor 077/K-NGO/IV/2010 Tanggal 28 April 2010, Koalisi NGO HAM Aceh merincikan sejumlah kasus penembakan warga sipil di Aceh yang dilakukan polisi di berbagai tempat dalam tahun 2010. “Ketika sejumlah kasus lainnya belum jelas proses hukumnya, kini terjadi lagi kasus penembakan terhadap Muhib Dani (18), warga Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Pemuda ini ditembak oknum Brimob yang menjaga PT SPS,” tulis Zulfikar Muhammad, Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Koalisi NGO HAM Aceh dalam suratnya.

Terhadap berbagai kasus pelanggaran yang dilakukan polisi di Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh meminta Kapolri segera mengungkap dan menangkap pelaku kekerasan terhadap warga sipil. Kapolri juga diminta memerintahkan Kapolda Aceh lebih serius memberikan informasi/pemahaman kepada seluruh anggota Polri yang bertugas di Aceh tentang hukum dan HAM. Koalisi NGO HAM Aceh juga menilai perlu segera dilakukan penertiban terhadap pos-pos polisi yang berkedudukan di banyak perusahaan milik swasta di Aceh. (edi/mir/sup/nas)

Bentrok Pun Terjadi!



DETaK | Wirduna
Pagi itu, Sabtu, 15 Mei 2010, ruang Flamboyan AAC Dayan Dawood dipenuhi oleh mahasiswa. Mereka hadir untuk mengikuti Sidang Umum Keluarga Besar Mahasiswa (SU-KBM) Unsyiah.
Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang merupakn delegasi tiap fakultas hampir semua hadir dalam SU-KBM tersebut. Dengan mengenakan armamater kebanggaan Unsyiah, mereka bersuara lantang di dalam ruang sidang untuk memperjuangkan hak mahasiswa Unsyiah, khususnya terkait sistem-sitem yang selama ini di anggap “aneh” dan harus segera direvisi. Semua itu akan dibahas dalam sidang tersebut.
Sidang yang berlansung di hari kedua ini tak seperti hari sebelumnya. Pasalnya, di luar ruang sidang sudah ada dua buah kelompok mahasiswa yang mengawal jalannya SU-KBM. Wajah-wajah tidak bersahabat ke dua belah kelompok mulai terlihat. Satu kelompok berada dilantai tiga, dan satu kelompok lagi berada dilantai dua.
Namun, tiba-tiba terdengar suara dari salah satu kelompok. “Yang bukan panitia, turun...turun...turun...!” teriak salah seorang mahasiswa yang diduga ia adalah kelompok dari Lembaga Dakwah Kampus atau LDK.
Kelompok gabungan BEM dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berada di tangga lantai dua Ruang Flamboyan Gedung AAC Dayan Dawood sangat terkejut mendengar teriakan seperti itu.
Tiba-tiba salah seorang dari kelompok UKM membalas perkataan tersebut. “Kamu juga bukan panitia, kenapa menyuruh kami turun?”
Suasana pun menjadi runyam dan memanas. Kedua belah kubu saling berteriak dan membalas dengan argumen masing-masing.
Karena tidak menemui titik temu, akhirnya bentrok pun tidak terelakkan, ketika Armen (salah seorang Menteri di Pema) turun dari lantai tiga dan berhenti diatas tangga menuju lantai dua. Sasaranya adalah Safrudin, Ketua BEM FKIP.
Kedua mahasiswa ini bertengkar mulut dan saling memegang tubuh satu sama lainnya. Disaat itulah, entah darimana datangnya, sebuah aqua berisi air kopi sengaja dilemparkan dan mengenai keduanya.
Perkelahian pun tidak terelakkan. Satu sama lainnya melemparkan bogem mentah. Namun aksi adu jotos itu tidak berlangsung lama, karena kehadiran Pembantu Rektor (PR) III, Dr. Rusli Yusuf, M. Pd. Suasana tegang meredam sesaat. Kedua belah kelompok mundur selangkah demi selangkah dengan rapi. Seperti tidak pernah terjadi sesuatu.
Sementara itu, di dalam ruang Flamboyan, Sidang Umum Keluarga Besar Mahasiswa (SU-KBM) Unsyiah pun berlangsung dengan mulus. Tidak diketahui bagaimana kondisi para parlemen di ruang sidang tersebut, pasalnya, saat DETaK hendak meliput langsung proses Sidang Umum tersebut dilarang oleh panitia dengan berbagai alasan.
Sebenarnya, saat itu suasana sudah mulai tenang. Tapi entah mengapa, tiba-tiba memanas kembali. Ternyata saat itu kembali terjadi perang mulut. Menurut pengakuan salah satu sumber dari BEM yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku terpancing kembali saat salah seorang dari kubu LDK meremehkan mereka.
“Jika kalian berani, maju ke sini,” tantang salah seorang dari kubu LDK sambil mengisyarahkan dengan tangan kanannya, sebut sumber dari BEM tersebut.
Melihat tindakan seperti itu, Safrudin tak dapat mengendalikan emosinya. Ia pun maju ke arah kelompok LDK. Namun langkah Safruddin tertahan. Ia dipegang teman-temannya. “Kajeut..kajeut.., Din (Sudah..sudah.., Din).” Kata salah seorang teman Safrudin sambil merangkulnya.
Karena tidak dapat mengendalikan emosinya, akhirnya Safruddin pun melampiaskan kekesalannya pada salah satu kaca jendela kantin AAC Dayan Dawood.
“Trak.............,” suara pecah mengejutkan beberapa mahasiswa yang berada di tempat tersebut. Serpihan kaca berserakan diatas lantai. Melihat tangan Safrudin mengeluarkan darah, beberapa anggota lainnya segera melarikannya ke rumah sakit.
Rusli Yusuf yang melihat kejadian itu pun tidak mampu meredamkan suasana. Kondisi saat itu memang terlihat memanas, salah ucapan dan salah gerakan bisa menyulut keributan yang lebih besar.
Karena waktu Salat Jumat masuk, Rusli Yusuf meminta mahasiswa untuk menghentikan keributan. Kedua belah kubu pun meninggalkan lokasi kejadian. Sebenarnya, saat itu Rusli Yusuf terlihat lega karena kedua pihak mahasiswa itu mulai diam dan meninggalkan gedung untuk melaksanakan salat Jumat.
***
Tepat pukul 14.00 WIB. Seusai menunaikan salat Jumat. Kedua belah kelompok kembali bentrok. Seperti telah ada “MoU” antar keduanya untuk melanjutkan “peperangan” ba’da Jumat.
Ternyata, bentrokan setelah Jumat itu lebih dahsyat dari sebelumnya. Anehnya, kedua kubu justru telah mempersenjatai diri dengan kayu dan batu. Tidak tahu, apakah untuk bertahan diri ataupun untuk menyerang.
“Prang… Krak…. Prang….,”
“Hancurkan...!”
Teriakan beberapa mahasiswa terdengar membahana di berbagai penjuru Gedung Gelanggang Unsyiah, pusat lembaga mahasiswa, seperti PEMA, DPM dan UKM berada.
Teriakan itu ternyata datang dari mahasiswa kelompok BEM dan UKM yang mengepung dan menghancurkan kantor PEMA dengan bebatuan.
Rusli Yusuf yang langsung meluncur ke lokasi tidak mampu melerai. Bahkan PR III ini pun tidak luput dari keributan tersebut. Sebuah batu nyaris mengenai kepalanya jika tidak segera diselamatkan oleh beberapa mahasiswa yang ada disekitar lokasi. Parahnya, kehadiran aparat kepolisian pun tidak menyurut langkah para mahasiswa ini. Mereka tetap saling kejar dan memukul.
Beberapa menit kemudian, beberapa mahasiswa pun menjadi korban jatuh, terkena lemparan batu dan pukulan kayu. Kaki dan tangan yang berdarah hingga kepala yang memar.
Lima belas menit berselang, suasana mulai tampak tenang setelah aparat kepolisian mencoba melakukan pendekatan.***

Sabtu, 03 Juli 2010

MKN: Mahasiswa Ujung Tombak Kedaulatan Bangsa


DETaK| Wirduna Tripa
Banda Aceh- “Peran mahasiswa dan perguruan tinggi sangatlah urgen untuk menjaga dan mengawasi kedaulatan bangsa ini” demikian diutarakan Menteri Ketahanan Nasional Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro, MA, M. Sc, Ph. D., saat memberikan kuliah umum di gedung AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala, Sabtu (3/6).
Saat ini pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, yang berdampak terhadap pelecehan atau pengambilan wilayah yang sudah menjadi milik Indonesia. Sebagai terobosannya pemerintah sekarang sudah menambah prajurit Tentara Negara Indonesia (TNI) baik angkatan darat, laut, maupun udara “Kita sudah mempunyai cukup banyak personil untuk menjaga kedaulatan negara ini” ungkap Purnomo.
Lanjutnya, namun demikian yang harus menjadi perhatian semua pihak bahwa kondisi personil TNI sekarang masih belum begitu baik, seperti fasilitas, dan sosial ekonomi yang belum berimbang.
Menanggap pertanyaan dari perserta terkait terobosan untuk menjaga pulau agar tidak diklaim oleh gegara asing, ia menjalaskan bahwa ke depan pemerintah akan berusaha untuk membuat monumen di setiap pulau yang sudah menjadi milik dan daerah editorial Indonesia “Kita telah dan akan membuat monumen pada setiap pulau” tandasnya tegas.

Dalam kesempatan itu, Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Darni M. Daud, MA., mengaharapkan agar mahasiswa dapat menjadi ujung berperan dalam menjaga ketahan dan kedaulatan Indonesia di masa mendatang. Bangsa ini sangat bergantung dari peran kaum akademisi, “Peran mahasiswa sangat signifikan dalam menamkan nilai nasionalisme, sehingga negara ini akan merasa dimiliki” tuturnya.

Jumat, 02 Juli 2010

Curiculum Vitae




Nama Lengkap : Wirduna
Nama Pena : Wirduna Tripa
TTL : Drien Tujoh, Tripa, Nagan Raya 29 Oktober 1988
Alamat : Jl. Seroja IV, Gampong Ie Masen Kaye Adang Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh Prov. Aceh
Pekerjaan : Mahasiswa PBSI FKIP Usnyiah, Aceh
Agama : Islam
Hobi : Membaca dan Menulis
No Mobile Phone : 085277833707
E-mail : wir_tripa@yahoo.com
Web/blog : http//:wirduna.blogspot.com
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua Umum Gemasastrin FKIP Unsyiah 2009-2010
2. Pimpinan Marketing UKM Pers Unsyiah 2010-1011
3. Reporter Tabloid DETaK Usnyiah (Sekarang)
4. Kontributor Lepas Media Massa (life)
Moto:
Ada kemauan, ada jalan. Berbuatlah....!

Biografi Wirduna Tripa


Orang tua saya memberikan nama saya Wirduna, teman teman-teman biasa memanggil saya Wir. Kalau di dunia maya orang lebih mengenal saya Wirduna Tripa. Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara. Abang saya bernama Muhammad Kudra, ia lebih memilih untuk menghabiskan hidupnya di Dayah. Saat saya masih remaja orang tua saya sempat juga menitipkan saya di Pesantren.

Jenjang pendidikan yang pernah saya tempuh pertama sekali adalah SD Negeri Kuala Tripa, SLTPN 3 Darul Makmur dan MAS Darul Hikmah Meulaboh. Selama saya mengecap pendidikan di sekolah saya selalu bersaing dengan teman-teman untuk memperebutkan peringkat satu, Saya sangat bersyukur karena hampir setiap semester saya mengantongi peringkat pertama.
Sekarang saya tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia FKIP Unsyiah. Mau tahu kegiatan sehari-hari saya? Walau bagaimana pun kuliah adalah aktivitas utama saya. Selain itu, saya juga aktif di Gelanggang Mahasiswa Sastra Indonesia (Gemasastrin). Periode 2009/2010 saya dipercayakan sebagai ketua Umum Gemasastrin, ini adalah pengalaman yang sangat berharga ketika saya kuliah di PBSI. Selain itu saya juga aktif dibeberapa organisasi kampus lainnya.
Selain kuliah saya juga menyempatkan diri untuk menulis. Bila ditanya apa yang saya tulis, maka saya akan menjawab “Saya akan menulis apa saja yang saya lihat, yang saya rasakan, yang saya dengar dan yang mereka perdengarkan”. Saya Sekarang ingin lebih aktif dalam dunia tulis-menulis dan keorganisasian. Tentu harapan ini harus selalu dibarangi dengan semangat tinggi dan keseriusan yang hakiki.
Oya… bila saudara berkenan bisa singgah ke rumah saya di dunia maya:
Web : http//:wirduna.blogspot.com,
E-mail :Wir_tripa@yahoo.com dan;
Face Book : Wirduna Tripa
HP : 085277833707

Minggu, 27 Juni 2010

Ayah "Muhammad Gam"

Wirduna Tripa
(Telah dimuat di Serambi Indonesia, 27 Juni 2010)KEMARAU telah lewat. Tiga pekan sudah hujan menguyur tanah kering ini, pertanda musim hujan. Cahaya matahari perlahan menghilang di ujung laut biru, hilang berganti gelap. Dikeheningan senja, Nek Lot masih di lampoh Cek Amat. Ia membabat setengah rante rumput karena esoknya akan berpindah kerja ke lampoh jagung milik Keuchik Adam. Dalam sepuluh tahun terakhir ini Nek Lot sudah menggeluti pekerjaan sebagai tung upah (upahan). Sejak Nek Gam meninggal, kehidupan Nek Lot memang tak menentu lagi yang harus berjuang sendiri agar bisa mengisi perut. Usianya yang renta apalagi bekerja sebagai tung upah, seharusnya ia beristirahat. Tapi semua ini harus dilakukan untuk bisa menyambung hidup di tengah beban yang saat ini makin berat.

Nek Lot hanya mewarisi sepetak tanah yang ditumbuhi coklat warisan Nek Gam, suaminya. Tapi tanah itu pun dirampas, setelah Pak Geuchik mengatakan tanah itu milik PT. Padahal setahunya sudah lima puluh tahun ia sebelum ia menikah dengan Nek Gam, tanah itu sudah ditempati. Tapi dikatakan milik PT, ya sudahlah. Nek Lot pasrah dan menyerahkan semua itu pada Yang Kuasa. Hari-hari dijalani Nek Lot. Biasanya sepulang ia dari tung upah, selalu membawa pulang beras sekantung plastic hitam dan beberapa ons ikan kase asin. Kadang kalau ia tak mendapatkan kerja, ia memberanikan diri menghutang di kedai Po Insyah. Untung Po Insyah yang selama ini begitu berbaik hati mau memberi hutang padanya.

Senja itu, Nek Lot setelah salat magrib menyuruh saya untuk berdoa dengan menadahkan tangan. “Kalau kita berdoa, pasti Allah mengabulkan dan memudahkan rezki kita,” ujarnya dengan suara serak. Waktu itu saya tak tahu apa yang harus bacakan. Untunglah Nek Lot hanya menyurus mengucapkan amin, amin, amin…di sela-sela bacaan doanya. Saya seperti bosan mengikuti Nek Lot, tapi suatu magrib, ia kembali menyuruh. Kali ini saya saya tidak menuruti perintahnya, tapi hanya duduk di belakang Nek Lot dan diam. Maka seusai ia berdoa, Nek Lot menjadi marah.

“Kenapa kamu tidak mengucapkan “amin” tadi?” serunya.
“Ima sudah bosan mengucapkan amin…amin… dan, amin… setiap malam” jawabku.
“Ima…! Kenapa kau berkata seperti itu Nak?” timpal Nek Lot.
“Capek! Setiap malam mengucapkan, tapi tak juga diberi uang yang banyak. Buktinya Nek Lot setiap sore hanya membawa pulang sekantung beras,” sanggahku.

Paginya, kulihat Nek Lot duduk di jambo belakang rumah. Tampak airmata meleleh dari pipinya yang sudah keriput. Bola mata yang dulu tajam, seperti tak lagi bercahaya.
“Mengapa Nek Lot menangis?” ketusku
“Kalau saja ayahmu masih hidup,” gumannya.
Pagi menjadi begitu mendung padahal matahari sudah cerah setinggi gala. Nek Lot hanya diam, kecuali menyebut ayah yang katanya meninggal di hutan setelah bertempur dengan gerombolan loreng. Saya tak tahu apa maksud gerombolan goreng. Kecuali pernah mendengar kata Pak Geuchik, bahwa saya anak kombatan akan disantuni oleh pemerintah karena ayah saya dulu meninggal di hutan. Tetapi sampai sekarang Pak Geuchik tak pernah berkata apa-apa lagi pada Nek Lot.

“Apa mungkin Pak Geuchik sudah lupa ya?” besitku.
Andai saja santunan ini masih berlanjut, saya mungkin tak perlu risau ketika saat ini sudah tamat SD untuk bisa melanjutkan ke SMP. Tapi sudah tiga kali saya tanyakan itu kepada Nek Lot, ia tak pernah mau membuka mulut. Saya tak berani menanyakan hal itu pada Pak Geuchik. Sebab saya dengar ia sekarang begitu sibuk mengurusi perkara tanah warga.
Ayah saya disebut-sebut “kombatan”. Tidak tahu kenapa orang-orang menggantinya nama ayah. Padahal yang saya tahu namanya Muhammad Gam, bukan kombatan.***

* Wirduna Tripa adalah mahasiswa PBSI, pengurus Gemasastrin FKIP Unsyiah.

Senin, 14 Juni 2010

Tinta Merah Penegak Hukum “Kepolisian” (Sekedar Refleksi untuk Pak Polisi)



Wirduna
Beberepa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk membesuk Muhib Dani-korban penembakan oleh oknum Brimob di gampong Alue Raya Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya- ia dirawat di rumah sakit Bhayangkara. Muhib terbaring di atas ranjang dengan kedua kakinya terperban besar. Setelah lebih sepuluh hari di rumah sakit, ia belum dapat mengeluarkan suara. Ia masih sangat trauma dengan penembakan tersebut “Meukeu-keu ditembak kiban han rot seumangat” begitu kata ayah Muhib Dani dalam bahasa Aceh.

Muhib Dani adalah salah satu korban tindak kriminal oknum kepolisian yang kesekian kalinya menimpa masyarakat Aceh. Kasus yang menimpa Muhib Dani ini adalah kasus yang terhitung bukan pelanggaran level kecil ‘cilet-cilet’ akan tetapi kasus ini sudah tergolong ke dalam tindak kriminalisasi (baca UU, Kriminal). Nampaknya saat ini Kepolisian kian kreatif dalam melakukan berbagai pelanggaran terhadap masyarakat, mulai dari pemukulan, pelecehan sampai penembakan.
Memang secara pragmatis fenomena ini muncul disebabkan oleh berbagai indikasi, baik faktor politis, sentimen personal bahkan bisa jadi tindakan arogan yang dilakukan Polisi sehingga hilang kendali objek amunisi. Dalam hal arogansi, polisi butuh kematangan dalam memposisikan dirinya dan kognitif terhadap aturan-aturan, sehingga sekiranya dapat lebih bijak dan manusiawi.
Dalam hal ini, Koalisi NGO Hak Asasi Manusia (HAM) telah mencatat beberapa pelanggaran pihak kepolisian (penembakan) terhadap masyarakat sipil, mereka pun sudah melayangkan surat tersebut ke Kapolri. Namun hingga kini belum ada suatu tindak lanjut yang jelas dari petinggi kepolisian tersebut. Apakah aspirasi masyarakat untuk menuntut hak rakyat yang tertindas hanya dijadikan sebagai permaian saja?
Jika kita berbicara masalah hukum memang tak akan habis-habisnya, karena ini adalah keselahan sistem yang sudah mengakar di negeri kita. Baik yang terkait masalah korup dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang kerap dilakukan pihak penegak hukum itu sendiri. Secara manusiawi tak logis memang kalau membuka baju sendiri. Tetapi kalau kita berbicara dalam konteks aturan jelas bahwa tak ada batas dan tak pandang bulu. Namun, hukum di negara kita ini hanya sepintas tercantum dalam kitab-kitab aturan. Aturan-aturan tersebut hanya diperuntukkan bila objek tersalahnya adalah kaum-kaum lemah. Bila kaum-kaum lemah yang salah tak perlu menunggu minggu atau bulan, seketika itu juga dapat divonis dan jelas status sebagai terpidana.
Namun, kenyataan ini akan bertolak belakang bila yang dijerat adalah penegak hukum. Bila mereka yang bersalah, proses hukum pun berbelit-belit dan tak kunjung selesai. Kenyataan ini memang sudah terjadi sejak negara ini dinyatakan merdeka. Selama ini masyarakat yang menyaksikan kasus-kasus yang melilit penegak hukum melalui media massa tak pernah terdengar atau terbaca bahwa ada oknum penagak hukum yang statusnya menjadi terpidana. Akan tetapi, hanya menjadi “diduga” dan berhenti pada “terdakwa”, sementara “terpidana” tak pernah menempel pada nama mereka. Padahal masyarakat menunggu bagaimana ending dari kasus-kasus yang diusut.
Nah, hal ini pun terjadi pada kasus penembakan Muhib Dani. Sudah hampir lebih satu bulan belum ada kejelasan tentang status oknom Brimob yang jelas-jelas bersalah. Meski pun beberapa minggu yang lalu mahasiswa yang berasal dari Nagan Raya telah melakukan unjuk rasa terkait pengusutan kasus tersebut, sebagaimana diberitakan Serambi, Kamis (7/5). Dalam unjuk rasa tersebut pihak Kapolda telah menerima tuntutan yang diajukan oleh mahasiswa. Namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda kejelasan.
Apakah aksi yang dilakukan mahasiswa tak cukup untuk menjadi bahan pertimbangan sekaligus bahan refleksi bagi polisi? Ataukah aspirasi mahasiswa (rakyat) hanya diterima dengan begitu saja tanpa ada follow-up. Kejadian seperti ini memang sering terjadi, tak hanya sekarang, tetapi kasus-kasus sebelumnya yang hilang dan redam dengan begitu saja. Sangat cukup jadi bukti Sebagai contoh, kasus oknum Polisi yang melakukan pemukulan terhadap Ilham, salah seorang guru, sampai sekarang oknum polisi tersebut tak jelas statusnya.
Dalam hal ini, polisi terlihat tak serius dan seperti menutup-nutupi tentang kasus ini. Bila kasus yang seperti ini tak dapat diselesaikan dengan tuntas maka polisi tidak akan mendapat simpatis dan kepercayaan dari masyarakat, hanya akan menjadi harapan semu. Menggantungkan harapan tetapi takut mengadukan. Realita membuktikan bahwa citra kepolisian semakin hari semakin pudar dan kehilangan jati.
Banyak sudah dosa-dosa besar yang dilakukan oknum polisi yang sampai sekarang belum ada titik temunya. Namun, meski demikian bila kepolisian serius untuk mengembalikan citra yang selama ini sudah bertinta merah, Saya rasa belum terlambat. Masyarakat masih menanti akan keadilan yang hakiki, keadilan yang memanusiawi dan keadilan yang tak pandang bulu.

Penulis adalah aktivis mahasiswa, berasal dari Nagan Raya.

Rabu, 05 Mei 2010

Demo



IKATAN PELAJAR DAN MAHASISWA DARUL MAKMUR
(IPELMASDAM)
Kami Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Darul Makmur (IPELMASDAM) serta Mahasiswa se-Nagan Raya menuntut terhadap anggota brimob yang telah melakukan tindak kriminalisasi berupa penembakan Muhib Dani (18) salah seorang masyarakat gampong Alue Raya Kecamatan Darul Makmur Kab. Nagan Raya pada Sabtu, (24/4).
TUNTUTAN
1. Kami meminta agar Kapolda mengusut tuntas, memecat dan menghukum oknum Brimob yang telah melakukan tindak kekerasan pada Muhib Dani.
2. Kami melihat bahwa reaksi masyarakat terhadap perusakan PT. Astra meru- pakan motif dari kasus penembakan yang dilakukan oleh oknum Brimob ter- hadap masyarakat.
3. Pengusutan kasus perusakan PT. Astra yang dilakukan masyarakat akan ber- dampak relatif besar. Oleh karena itu, kami meminta agar Kapolda meng- hentikan penyedikan demi menjaga stabilitasi hukum (akan berdampak lebih besar lagi).
4. Kami meminta kepada Kapolda agar membentuk tim pansus untuk mengawal proses hukum terhadap oknum Brimob.
5. Kami mendesak Kapolda agar mengawasi Kapolres Nagan Raya dalam men- jalankan tugasnya sesuai dangan koridor hukum yang berlaku. Kami meng- harapkan agar polisi tidak melakukan sesuatu dengan gegabah, arogan atau cara-cara yang dapat menimbulkan kegelisahan/trauma bagi masyara- kat.

Koordinator Lapangan

Wirduna


Puluhan masa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahaiswa Darul Makmur (IPELMASDAM) Nagan Raya menggelar unjuk rasa di Mapolda Aceh Kamis, (6/5). Mereka menuntut agar Polda mengusut tuntas kasus penembakan masyarakat Darul Makmur oleh oknum brimob setempat.

Dalam orasi itu mereka menuntut agar Polda memecat oknum Brimom yang telah melakukan tidak kriminal terhadap warga sipil. “kami meminta oknum Brimob tersebut diberikan sanksi dan dicopot dari jabatannya” pungkas Wirduna, Koordinator aksi dalam orasi yang disampaikan.

Selain itu, mereka mengaharapkan agar Polda Aceh dapat mengawasi setiap tindakan yang dilakukan dilakukan oleh Polres Nagan Raya yang selama ini dinilai tak begitu bersahabat. Masyarakat yang diduga terlibat dalam perusakan PT. Astra sekarang ada yang meningglakan gampong untuk mencari keamanan sementara waktu, pasalnya mereka takut akan diambil oleh pihak polisi tanpa pemberitahuan sebelummnya “Masyarakat sekarang merasa trauma dengan polisi” tambanya.

Bila kasus ini tak ada titik terangnya maka meraka akan melakukan unjuk rasa dan membawa masa yang lebih besar lagi serta mereka juga akan ikut mengawal dan memantau perkembangan kasus ini hingga akhir “kami akan menagwal kasus ini sampai akhir”
Beberapa sat setelah masa menyampaikan orasi di pintu gerbang Mapolda akhirnya, Kapolda yang diwakili Dedy R, menjumpai pengunjuk rasa. Kapolda mengatakan bahwa kasusu ini sekarang sudah ditangani oleh Polda dan Polda pun sudah membentuk tim untuk menangani kasus ini “Kita sudah membentuk tim” ungkapnya menanggapi tuntutan.

Ia melanjutkan, bahwa akan memberikan sanksi keras terhadap oknum Brimob yang telah melakukan tidakan kriminal terhadap masyarakat sipil. Untuk saat ini tim penanganan kasus masih mempelajari muasal hingga bisa terjadinya tindakan yang anarkis “kita akan menggali lebih jauh lagi kasus ini” tambanya lagi.

Tak lama kemudian setelah Kapolma menerima aspirasi meraka. Masa pun embubarkan diri dan meninggalkan Mapolda dengan tertip. Tak sempat terjadi aksi anarkis meski sempat terjadi ketengangan sedikit.



Senin, 03 Mei 2010

Pengalaman Pertamaku


Case Study

Wirduna
Pagi itu, saya mempraktekkan sebuah pekerjaan yang sudah menjadi tuntutan profesi yang mungkin tak disukai orang banyak. Menjadi seorang guru membutuhkan kesabaran serta ketekunan yang penuh. Senin 19 April 2010 adalah hari pertama bagi saya melakoni sebagai seorang guru. Ya layaknya seorang guru yang memberikan materi pembelajaran untuk anak didiknya.
Sesampai di ruang kelas, saya mengamati semua siswa yang masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Saya mencoba mengajak siswa untuk meninggalkan canda dan gurau mereka. “selamat pagi anak-anak” itulah kata-kata pertama yang saya keluarkan untuk menyapa siswa.
Setelah saya menyapa mereka, situasi kelas sudah mulai terarah. Saya lansung membangun interaksi dengan siswa. Pertama sekali yang saya lakukan adalah mengajak siswa untuk masuk ke dalam materi pembelajaran. Saya member stimuluskepada siiswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada identivikasi materi yang akan saya ajarkan. Siswa pun akhirnya tahu bahwa saya akan mengajarkan materi mendengarkan syair.


Saat saya akan memasuki ke inti pembelajaran, saya mengintruksikan siswa untuk mengubah pola kelas menjadi later U yang sebelumnya mereka duduk dalam berisan kursi seperti biasanya; dua baris dan dua kolom. Setelah siswa menempati kursinya masing-masing saya membagikan syair kepada siswa yang sudah saya siapkan dari rumah.
Sebenarnya saya ingin membacakan sendiri syair yang kemudian siswa menyimaknya. Tetapi saya tak akan melakukan perbuatan bodoh itu karena saya tahu suara saya sangat tidak nyaman untuk didengarkan. Akhirnya saya pun memanfaatkan fasilitas teknologi yang ada. Saya menghidupkan MP3 yang dipadu speaker, tentu saja sudah saya persiapkan sebelumnya. Syair “Perahu” yang dinyanyikan Rafli mulai menggumam di kelas. Saya melihat siswa sangat senang dan sangat menikmati syair yang diperdengarkan.
Setelah siswa mendengarkan syair, saya meminta siswa untuk menemukan tema dan amanat yang terdapat dalam syair yang telah saya perdengarkan. Saya mengalokasikan waktu untuk siswa lima menit untuk menemukan tema dan amanat, tentu itu harus saya lakukan agar tak benyak terbuang waktu. Selang beberapa saat saya pun meminta beberapa orang siswa untuk mengungkapkan tema dan amanat yang terdapat dalam syair tersebut. Saya sangat senang karena hampir semua siswa berperan aktif untuk memberikan komentar mereka masing-masing.
Apa yang ditarakan siswa tak saya lewatkan begitu saja tetapi saya menulisnya di papan tulis. Setelah semua siswa menyampaikan komentarnya, saya pun memberikan apresiasi kepada semua siswa atas apa yang telah dilakukan. Tentu saya melakukannya agar siswa merasa dihargai atas gagasan mereka. Siswa nampak sangat happy tetapi saya tak bisa memastikan apakah mereka memang menyenangkan pembelajaran yang saya lakoni atau ada hal lain yang membuat mereka riang.
Setelah saya memastikan bahwa siswa sudah intensif mengikuti pembelajaran, saya pun memancing siswa untuk masuk ke dalam penjelasan terkait konsep syair. Sambil menuliskan di papan tulis saya tetap membangun interaksi dengan siswa. Namun, sesuatu yang tak saya inginkan akhirnya terjadi juga, hari itu saya tak sempat menjelaskan secara detail tentang konsep syair. Hal ini Karena kelalaian saya tak mempersiapkan konsep materi yang begitu mantang. Bahkan saya sempat melewatkan beberepa pertanyaan yang diutarakan siswa, tentu itu sebenarnya tak boleh terjadi. Akan tetapi itu harus saya lakukan agar tak meninggalkan kesan tak sedap dengan siswa bila saya memaksakan diri untuk menjelaskan suatu konsep yang tak saya kuasai dengan matang.
Selanjutnya saya memasuki kegiatan akhir. Saya mengajak siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang baru saja usai. Saya agak sedikit lega karena siswa dapat menyimpulkan pembelajaran hari itu dengan sangat baik. Meski hampir semua benar simpulan siswa, saya tetap memberikan mengutan pada beberapa aspek yang masih belum begitu sempurna dikuasai siswa.
Agar saya dapat tahu sejauh mana siswa dapat memahami materi pembelajaran, saya memberiakan beberapa instrumen dalam bentuk butir soal. Tanpa membuang-buang waktu saya pun harus segera mengakhiri pembejaran hari itu.