Kamis, 15 April 2010

Boh Peuneundang

kala itu
nurnya berseri
tak basi
remember me
memancar bak sang mentari

angin-angin enggan menghampiri
semua mata bertabir tuk memandangi
illa muhrimi



slalu terlindungi,
tertutupi
dari sentuhan noda, bebci, dan
tangan-tangan liar pencuri

suatu ketika
sang pejaka memilikinya
tak hanya cinta,
tak hanya jiwa,
tapi sepenuhnya
ya sepenuhnya

"senang dia", kata mereka yang pernah terpana

namun, ketika sang pejaka mencicipi
tak seperti simbol tabir dulu kala

sang bunga telah pecah dari kuntumnya
wangi pun beranjak darinya

sang pejaka pun murka, kecewa
tlah salah
salah
ya
salah melihat simbol lahir
tak sejalan dengan batin

sang pejaka meneteskan air mata
sambil terucap
"boh peuneundang pilihan hamba"
memang dunia tak mengetahuinya

walau demikian
sang pejaka tetap mencicipinya
meski madu tinggal sisa


29 Maret 2010
Ruang Kuliah RKU 4 Kampus Unsyiah
Banda Aceh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan Anda