Selasa, 27 April 2010

Busana dalam Islam

I. Konsep Berpakain dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda: "Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok.Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian." (HR. Muslim)


Wanita-wanita yang digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang banyak sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang mentradisi dan dianggap lumrah. Mereka adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tapi telanjang. Sebab pakaian yang mereka kenakan tak dapat menutupi apa yang Allah SWT perintahkan untuk ditutupi. Budaya barat adalah penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yang "tak
layak" tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak pula dikenal dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adalah hal baru yang lantas diterima tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji dengan pertanyaan, bolehkah ini menurut agama, atau baikkah ini bagi kita dan pertanyaan lain yang senada. Boleh jadi karena perasaan
rendah diri yang akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yang menerima budaya barat dengan mata tertutup (atau sengaja menutup mata).

II. Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah:

1. Al-Qur'an surat Annur(24):31
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…'
Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah SWT.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk
jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala atau jilbab.

2. Hadist Rasulullah Saw, bahwasanya beliau bersabda:
Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak- lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak unuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium aunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak ekian dan sekian." (HR. Muslim) hadist ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan "buka-bukaan" adalah dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh Allah SWT atau Rasul-
Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong tangan dan lain-lain) atau azab neraka adalah dosa besar.
III. Mekanisme dan Hikmah Menutup Aurat
Aurat berasal daripada bahasa Arab, ‘Aurah’ yang bererti kurang. Di dalam fiqh, aurat diertikan sebagai bahagian tubuh seseorang yang wajib ditutupi daripada pandangan orang lain. (Wahbah al-Zuhayli (1989), al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damsyik: Dar al-Fikr, halaman 579)
Untuk memenuhi syarat menutup aurat, pakaian seseorang wanita mestilah memenuhi syarat berikut, karena kalau tidak akan menimbulkan dampak yang negatif:
1) Menutupi had aurat yang sudah ditetapkan.
Jumhur ulama bersepakat mengatakan aurat bagi wanita baligh ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan tapak tangan. Oleh itu, mereka wajib menutup aurat daripada dilihat oleh lelaki ajnabi (bukan mahram).
Allah berfirman yang bermaksud: “Dan hendaklah mereka (wanita) menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka.” (Surah al-Nur, ayat 31)
Firman Allah lagi yang bermaksud: “Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik- baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah al-Ahzab, ayat 59).
Ayat itu Allah memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW menyuruh isteri Baginda mengenakan pakaian yang menutup aurat. Suruhan itu juga ditujukan kepada semua wanita beriman.
2) Pakaian yang longgar.
Tujuan utama wanita diwajibkan menutup aurat ialah untuk mengelakkan daripada lelaki ajnabi melihat tubuh badannya dan mengelakkan daripada berlakunya fitnah. Oleh itu, pakaian yang ketat walaupun tebal sudah pasti akan menampakkan bentuk tubuh badan. Wanita yang memakai pakaian ketat walaupun menutupi seluruh tubuh masih belum memenuhi tuntutan menutup aurat seperti dikehendaki syarak.
Syarat ini berdasarkan kepada kata Dahiyyah bin Khalifah al-Kalbi yang bermaksud: “Rasulullah SAW didatangi dengan beberapa helai kain ‘qubtiyyah’ (sejenis kain yang nipis buatan Mesir), lalu Baginda berkata: “Bahagikan kain ini kepada dua, satu daripadanya dibuat baju dan bakinya berikan kepada isterimu.” Apabila aku berpaling untuk beredar Baginda berkata: “Dan suruhlah isterimu meletakkan kain lain di bawahnya (supaya tidak nampak bentuk tubuhnya).”
Menurut Ibn Rusyd, ‘qubtiyyah’ ialah pakaian yang tebal tetapi melekat pada badan kerana ianya ketat dan menampakkan bentuk tubuh pemakainya. Oleh itu, Rasulullah SAW menyuruh Dahiyyah menyuruh isterinya melapik pakaian itu dengan kain lain supaya tidak menampakkan bentuk tubuhnya.
3) Pakaian yang tidak jarang.
Syarak menetapkan pakaian wanita mestilah tidak jarang sehingga menampakkan bentuk tubuh atau warna kulitnya. Aisyah meriwayatkan bahawa saudaranya, Asma, pernah masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis sehingga nampak kulitnya. Rasulullah SAW berpaling dan mengatakan: “Hai Asma, sesungguhnya seorang perempuan bila sudah datang waktu haid, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini s ambil ia menunjuk muka dan kedua telapak tangannya.”
Teguran Rasulullah SAW terhadap Asma jelas menunjukkan bahawa pakaian yang jarang tidak memenuhi syarat menutup aurat bagi wanita baligh.
4) Bukan pakaian yang menarik perhatian (pakaian syuhrah).
Apa yang dimaksudkan pakaian untuk bermegah ialah pakaian yang berlainan dari pada pakaian orang lain sama ada dari segi warna, fesyen atau potongan sehinggakan menarik perhatian orang lain serta menimbulkan rasa bongkak pada pemakainya.
Ibn Umar meriwayatkan daripada Nabi SAW bahawa Baginda bersabda yang bermaksud: “Barang siapa yang memakai pakaian bermegah-megah maka Allah Taala akan memakaikannya dengan pakaian yang serupa pada hari kiamat kelak kemudian ia akan dijilat api neraka.”
5) Tidak menyerupai pakaian lelaki atau pakaian orang kafir.
Pakaian yang menutup tubuh badan tidak dikira sebagai memenuhi ciri pakaian Islam jika menyerupai pakaian orang kafir. Ia berdasarkan hadis Rasulullah SAW seperti diriwayatkan Ibn Abbas: “Rasulullah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki.”
Larangan menyerupai pakaian orang bukan Islam ini atas alasan ia boleh menjatuhkan martabat Islam dan penganutnya.
6) Tidak Bertabarruj
Tabarruj dalam bahasa mudah boleh diartikan sebagai bersolek. Ada juga yang mengatakan tabarruj ialah melepaskan tudung kepalanya tetapi tidak mengikat/mengetatkannya, lalu terlihatlah rantai leher, anting-anting dan lehernya. Kesimpulannya tabarruj ialah memperlihatkan keelokan, kecantikannya yang sepatutnya wajib ditutup.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan Anda